
Jakarta, Petrominer – Peluang bisnis pelayaran di Indonesia masih sangat besar dan memerlukan dukungan semua stakeholder. Namun beberapa regulasi dinilai berdampak kurang baik pada industri pelayaran nasional sehingga memengaruhi daya saing.
Tidak hanya itu, porsi pelayaran nasional yang hanya 9 persen untuk kargo luar dinilai kurang optimal. Pasalnya, dalam skema kontrak ekspor, kargo dari Indonesia untuk ke luar negeri masih mengunakan skema FOB (Free on Board).
“Pada skema ini, pembeli mempunyai kewajiban menyediakan kapal. Dengan demikian pembeli akan mencari kapal yang memang sudah mempunyai networking atau relationship yang baik dengan mereka,” ungkap Wakil Ketua Umum I Indonesian National Shipowners Association (INSA), Darmansyah Tanamas.
Menurut Darmansyah, para pembeli produk Indonesia biasanya sudah mempunyai sister company di shipping industry. Inilah yang acap kali menjadi hambatan.
“Diharapkan ada perubahan dari skema FOB ke Cost and Freight (CnF), di mana eksportir yang menyediakan kapal,” tegasnya dalam webinar Linking Investment and Business Prospects cof Integrated Marine Logistics in Indonesia: An Outlook 2022 yang diselenggarakan Energy and Mining Editor Society (E2S), Selasa (28/12).
Menurut Darmansyah, industri pelayaran nasional juga terkena dampak beberapa regulasi perpajakan. Selain itu, ada juga Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186 Tahun 2019 mengenai objek pajak yang dianggap mengganggu.
“Ini tentunya berdampak pada rendahnya daya saing pelayaran nasional. Kami sedang usaha untuk dapat keringanan atau insentif dari pemerintah,” ungkapnya.
Darmansyah menegaskan, industri pelayaran nasional berharap penyerahan jasa angkutan umum di laut dibebaskan dan pengenaan pajak PPN untuk selamanya. Selain itu, pembelian kapal impor, spare part dan alat kesehatan kapal juga minta dibebaskan dari pengenaan PPN. Begitu pula dengan jasa docking, jasa repair, jasa perbaikan kapal, jasa kapal di kepelabuhanan, dan jasa kapal di darat yang menjadi beban perusahaan pelayaran nasional.
“Kru kapal di atas kapal termasuk dalam kategori natura dan bukan penghasilan kru kapal, serta jasa penyewaan kapal seharusnya dibebaskan dari pengenaan PPN,” tegasnya.
Selain Darmansyah, pembicara lainnya dalam webinar adalah pengamat ekonomi energi Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti PhD, Plt Kasubdit Pengembangan Usaha Angkutan Laut Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Raden Yogie Nugraha, dan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Erry Widiastono. Sementara Staf Ahli Menteri Investasi/Kepala BKPM Bidang Ekonomi Makro, Indra Darmawan, tampil sebagai pembicara kunci.
Yayan mengatakan, peluang bisnis integrasi maritim di Indonesia akan didominasi oleh kebutuhan industri, terutama untuk energi fosil seperti batubara, minyak mentah dan BBM.
Ketika akses ditambah dengan integrated marine management, diharapkan bisa me-reducing transport cost. Saat akses dipermudah, pasokan pun bertambah dan harga akan semakin efisien.
“Karena itu, aksesibilitas menjadi hal yang penting. Ini harus didukung dengan demand yang kuat,” katanya.
Sementara Yogie menjelaskan, arah kebijakan utama transportasi laut nasional pada 2020-2024 adalah mewujudkan logistik maritim dalam negeri yang dapat berdaya saing. Kebijakan utama ini juga menyasar pada peningkatan konektivitas terhadap jaringan pelayanan internasional, pengembangan pelabuhan hub internasional dan pelabuhan pendukung tol laut.
Dari sisi armada, Pemerintah berupaya memperkuat armada perkapalan nasional dalam mendukung sistem logistik. Ada enam poin penting dalam upaya memperkuat armada perkapalan, mulai dari sisi ekonomi, knowledge and skill, kemampuan teknologi, hingga regulasi.
“Pemerintahan mencoba mendukung dari sisi peraturan dan payung hukum,” katanya.
Direktur Utama PIS, Erry Widiastono, mengatakan PIS bertransformasi dari subholding shipping menjadi lebih besar lagi yakni menjadi subholding marine logistics. Sebanyak lima terminal besar Pertamina telah diserahkan ke PIS. Kini, bisnis PIS menjadi tiga, yakni shipping, terminal BBM dan LPG, lalu marine logistic.
“Kami semua menghadapi tantangan yang menuntut perubahan bisnis dan perubahan dari company itu sendiri. Tidak hanya PIS, saya yakin semua pelaku bisnis logistic provider khususnya di bidang migas menuntut adanya perubahan,” kata Erry.
























