Transisi Energi, Mesin Pertumbuhan Ekonomi Baru

0
168
Presiden Indonesia Ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, berkesempatan hadir dalam acara pembukaan Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2025, Senin (6/10).

Jakarta, Pertrominer – Keinginan pemerintahan Presiden Prabowo untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen dan Indonesia Emas 2045 dapat diupayakan melalui percepatan transisi energi. Selain memenuhi komitmen Indonesia untuk mencapai tujuan Persetujuan Paris dan membatasi kenaikan suhu bumi rata-rata di bawah 2 derajat Celsius, langkah ini juga membuka peluang investasi dan penciptaan ekonomi baru. 

Menurut Ketua Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), Prof. Mari Elka Pangestu, transisi energi tidak hanya soal mengganti sumber energi. Upaya ini juga mengubah paradigma pembangunan menuju pertumbuhan ekonmi yang hijau, tangguh, dan berkeadilan.

“Agar transisi energi berjalan secara efektif sangat bergantung pada komitmen politik dan konsistensi kebijakan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Selain itu, diperlukan kerangka kebijakan yang tepat, baik di tingkat nasional maupun daerah, termasuk pembentukan platform negara untuk energi terbarukan (country platform for energy transition) guna menyatukan pendanaan dan dukungan internasional,” ujar Prof. Mari pada pembukaan Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2025, Senin (6/10).

Lebih lanjut, dia menekankan perlunya reformasi subsidi energi untuk menciptakan insentif bagi pengembangan energi bersih. Insentif fiskal dan regulasi karbon perlu diperkuat melalui sistem perdagangan emisi dan pajak karbon.

Saat ini, sedang dilakukan revisi Perpres No. 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon. Upaya revisi peraturan ini dinilai akan menentukan arah baru pasar karbon di Indonesia.

IETD 2025 diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan ICEF, yang turut didukung oleh Kedutaan Besar Inggris di Jakarta melalui proyek Green Energy Transition Indonesia (GETI). Kali ini merupakan IETD yang kedelapan sejak pertama kali diadakan tahun 2018.

IETD 2025 berlangsung pada 6-8 Oktober dengan tema “Mewujudkan Transisi Energi yang Berdampak” yang menekankan pada penguatan komitmen, pengejawantahan potensi domestik dan strategi pertumbuhan ekonomi rendah karbon, serta inovasi untuk mengatasi hambatan transisi energi.

5 Pilar Utama

Dalam kesempatan yang sama, Chief Executive Officer (CEO) Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan Pemerintah perlu mempercepat pengembangan energi terbarukan yang dalam 10 tahun terakhir tumbuh dengan sangat lambat dan minat investor yang rendah. Untuk itu, reformasi kebijakan dan regulasi diperlukan untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif.

Langkah yang perlu diambil selain melakukan reformasi subsidi harga energi primer, menurut Fabby, juga perlu merestrukturisasi pasar ketenagalistrikan yang memungkinkan keterbukaan akses (open access) jaringan transmisi listrik dan partisipasi swasta dan masyarakat dalam penyediaan energi terbarukan. Pemerintah juga diminta membenahi tarif listrik sehingga sesuai dengan biaya penyediaan sebenarnya dan margin yang sehat bagi PLN, serta memperbaiki tata kelola pengadaan pembangkit energi terbarukan. 

Dia juga menegaskan, perluasan investasi energi terbarukan serta dorongan terhadap efisiensi energi akan berperan menjaga daya saing industri Indonesia di masa depan.

Lebih lanjut, Fabby menyebut transisi energi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru, yang dampaknya tercipta melalui lima pilar utama.

Pertama, melalui investasi infrastruktur, triliunan rupiah akan mengalir untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya, angin, biomassa, dan panas bumi, termasuk pengembangan jaringan listrik pintar dan sistem penyimpanan energi. Kedua, pembangunan industri manufaktur akan menjadikan Indonesia sebagai bagian penting dari rantai pasok global.

Ketiga, penciptaan lapangan kerja hijau akan membuka peluang bagi jutaan tenaga kerja baru, mulai dari insinyur, teknisi, peneliti, hingga pekerja konstruksi di sektor energi bersih. Keempat, peningkatan produktivitas masyarakat seiring berkurangnya polusi udara, sehingga menurunkan biaya kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup. Dan kelima, menguatnya ketahanan energi seiring berkurangnya ketergantungan terhadap fluktuasi harga energi global dan penghematan devisa dari impor bahan bakar fosil.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here