Kian Besar, Peluang Baja Lapis Indonesia Tembus Pasar AS

1
825
Menperin Agus G. Kartasasmita bersama Direksi Krakatau Steel, Krakatau Baja Industri, dan Tata Metal Lestari (TML) usai mengikuti seremoni pelepasan ekspor baja lapis TML ke AS, Jum'at (18/7).

Jakarta, Petrominer – Industri baja nasional terus menunjukkan ketangguhannya di tengah tantangan global. Peluang ekspor semakin terbuka lebar seiring kebijakan pembatasan perdagangan di antara para pemain utama global, termasuk Amerika Serikat (AS) yang menerapkan tarif tinggi terhadap produk baja berdasarkan Section 232.

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan tarif impor baja di AS mencapai 50 persen. Ini lebih tinggi dibandingkan tarif produk lainnya yang terkena 19 persen. Meski begitu, AS tetap bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan baja lapisnya.

“Untuk meningkatkan daya saing, para pelaku industri nasional harus lebih efisien dalam proses produksinya, sehingga nilai tambah produk yang dihasilkan menjadi lebih tinggi,” ujar Agus dalam sambutannya pada Pelepasan Ekspor Produk Baja Lapis PT Tata Metal Lestari ke Amerika Serikat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jum’at (18/7).

Dia minta agar industri nasional lebih mengoptimalkan ekspor produknya ke pasar Amerika guna memanfaatkan tarif bea masuk yang rendah bagi Indonesia dibanding negara lain. Apalagi saat ini, ekspor menjadi satu mesin ekonomi yang diandalkan dalam memacu perekonomian nasional.

Karena itu kebijakan hilirisasi industri perlu konsisten dijalankan secara konsisten dalam menciptakan produk turunan yang bernilai tambah tinggi. Pasalnya, peluang bagi pelaku industri mengisi produk hilir ke pasar ekspor cukup besar, termasuk ke Amerika Serikat.

Tidak hanya itu, Agus juga mengingatkan besarnya potensi pasar dalam negeri. Sebanyak 80 persen output dari industri manufaktur Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik, dan ini perlu dijaga dari serbuan produk impor.

Menperin mengapresiasi Tata Metal Lestari yang berhasil menembus pasar ekspor AS di tengah kebijakan proteksionis yang ketat. Ini menjadi wujud nyata kemampuan industri manufaktur Indonesia menghasilkan produk berstandar global.

“Capaian ini sekaligus membantah pendapat bahwa Indonesia sedang dalam fase deindustrialisasi, karena aktivitas industri masih berjalan baik hingga mereka aktif untuk memperluas pasarnya,” tegasnya.

Tata Metal Lestari mengekspor baja lapis ke pasar AS dengan volume 10.000 ton, senilai US$ 12,6 juta. Sepanjang tahun 2025, perusahaan ini telah empat kali melakukan pengapalan dengan target 69.000 ton, naik 133 persen dibandingkan realisasi tahun 2024.

“Informasi yang kami terima menyebutkan, ekspor PT TML ke Amerika Serikat dan Kanada telah dilakukan secara berkelanjutan sejak Oktober 2024. Ini membuktikan produk baja Indonesia dipercaya dan diterima di pasar global. PT TML juga menjadi salah satu perusahaan yang patuh dalam upaya pemberlakuan SNI,” ujar Menperin.

Pentingnya kolaborasi

Agus juga menyoroti pentingnya kolaborasi antaraTata Metal Lestari sebagai pelaku industri hilir dengan PT Krakatau Steel selaku penyedia bahan baku dari sektor hulu. Sinergi ini mencerminkan kekuatan ekosistem industri baja nasional yang solid dan mampu menjawab tantangan serta peluang pasar global.

Dia menekankan, kunci penguatan ekonomi nasional terletak pada kemampuan industri untuk menciptakan nilai tambah serta membangun jejaring hulu-hilir yang kuat, berkelanjutan, dan inklusif.

Sementara Direktur Utama Krakatau Steel, Muhamad Akbar Djohan, mengemukakan bahwa sinergi kedua perusahaan ini menjadi pondasi penting dalam memperkuat ekosistem industri baja nasional. Krakatau Baja Industri memiliki keandalan manufaktur dalam memproduksi baja lembaran dingin (CRC) unggulan yang berkualitas tinggi dan diakui di pasar dunia.

Menurut Akbar, pasar ekspor kini menjadi salah satu andalan bagi Krakatau Steel Group untuk mendukung kinerja penjualan. Sebelumnya Krakatau Baja Industri telah melakukan ekspor ke Polandia dan dalam waktu dekat kegiatan ekspor juga akan terus dilakukan ke beberapa negara Eropa lainnya.

“Kami mendukung ekspor ini dengan pasokan baja lembaran berkualitas tinggi. Ekspor ini tidak hanya memperluas pasar, tetapi juga meningkatkan utilitas pabrik dan memperkuat struktur industri hulu-hilir dalam negeri,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, VP Operations Tata Metal Lestari, Stephanus Koeswandi, menyampaikan bahwa ekspor ke AS merupakan bagian dari ekspansi agresif perusahaan ke pasar global. Bulan Februari 2025, perusahaan ini mengekspor 5.000 ton, kemudian setiap bulan terus meningkat hingga Juli 2025 menjadi 10.000 ton, atau sekitar 14,5 persen dari total target ekspor 2025 yang mencapai 69.000 ton.

Menurut Stephanus, peningkatan ekspor tahun 2025 ini telah mencapai 133 persen dibandingkan 2024. Ini adalah bukti bahwa produk nasional mampu menjawab kebutuhan industri konstruksi global, khususnya di pasar Amerika yang tetap terbuka.

Kegiatan ekspor berkontribusi antara 30–40 persen terhadap total penjualan Tata Metal. Ada tiga produk yang akan diekspor, yakni BJLAS (Baja Lapis Aluminium Seng) bermerek Nexalume, BJLS (Baja Lapis Seng) bermerek Nexium, BJLS Warna bermerek Nexcolor.

1 KOMENTAR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here