
Jakarta, Petrominer – Kementerian Perindustrian berkomitmen mendukung hilirisasi dan industrialisasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah industri prioritas nasional, seperti yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto dalam Program Asta Cita. Bukan hanya terkait pengolahan produk semata, namun juga kesiapan teknologi, ketersediaan data, dan basis ilmiah yang kuat untuk pengambilan kebijakan.
Salah satu komitmen tersebut diwujudkan melalui penandatanganan Kesepakatan Kerja Sama (KKS) antara Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). KKS ini ditandatangani oleh Direktur Jenderal IKFT, Taufiek Bawazier, bersama Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi ITB, Prof. Lavi Rizki Zuhal, di kantor Kementerian Perindustrian pekan lalu.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyambut baik komitmen kerja sama yang telah dijalin bersama ITB tersebut. Langkah ini disebutnya sejalan dengan upaya pemerintah dalam memacu industrialisasi dan meningkatkan daya saing.
“Kami berharap melalui kerja sama nantinya tersusun kajian teknologi, yang mendukung program prioritas nasional industrialisasi bahan galian nonlogam, seperti silika dan grafit,” ungkap Menperin dalam keterangannya, Selasa (28/10).
Sebelumnya, Rektor ITB Prof. Tatacipta Dirgantara juga menyampaikan hal serupa dan menyambut baik program kerja sama tersebut. KKS ini menjadi wujud kehadiran Kampus ITB dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
“Saat ini, ITB memiliki misi utama untuk menjadi universitas kelas dunia bereputasi global sekaligus tetap relevan bagi bangsa. Hal ini yang mendorong kami untuk jeli mencari potensi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan nilai tambah,” ujar Prof. Tatacipta.
Penyusunan Kebijakan
Usai menandatangani KKS tersebut, Taufiek menyampaikan harapannya agar kolaborasi dengan ITB tersebut bisa membuka ruang partisipasi aktif dari para akademisi dan peneliti untuk berkontribusi langsung dalam pembangunan nasional.
“Kami percaya bahwa hasil kajian yang dihasilkan dari kerja sama ini akan menjadi landasan penting dalam perumusan kebijakan yang tepat sasaran dan berkelanjutan,” tegasnya.
Dirjen IKFT menekankan bahwa industrialisasi bukan hanya terkait pengolahan produk semata. Program ini juga menyangkut kesiapan teknologi, ketersediaan data, dan basis ilmiah yang kuat untuk pengambilan kebijakan.
“Oleh karena itu, kerja sama ini memiliki arti penting, karena kajian yang dihasilkan nantinya tidak hanya menjadi referensi penyusunan kebijakan, tetapi juga memastikan pengembangan dan pemanfaatan teknologi di sektor pengolahan mineral, sesuai dengan kebutuhan industri dan masyarakat,” ungkap Taufiek.
Menurutnya, Ditjen IKFT telah meluncurkan dua program prioritas nasional industrialisasi bahan galian non logam sejak tahun 2024. Program tersebut meliputi Industrialisasi Silika menjadi Wafer Silikon dalam rangka mendukung kemandirian industri Photovoltaic (PV) Module dan Semikonduktor dalam negeri, dan industrialisasi Grafit untuk mendukung ekosistem industri Electric Vehicle (EV) nasional.
Sebagai langkah nyata dari tindak lanjut program prioritas tersebut, tahun 2025 Ditjen IKFT bersama ITB akan melaksanakan dua kajian teknologi spesifik. Pertama, penyusunan kajian teknologi pengolahan dan/atau pemurnian Silika menjadi Metallurgical-Grade Silicon berbasis sumber daya mineral nasional. Kedua, kajian teknologi pemurnian Grafit Alam dan pengolahan Grafit Sintetis beserta analisis keekonomian untuk implementasi industri di Indonesia.
Penyusunan kajian ini dinilai penting karena Indonesia memiliki potensi besar pada komoditas silika dan grafit yang berperan strategis bagi industri masa depan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian ESDM tahun 2025, ketersediaan (resources) sumber daya mineral silika di Indonesia baik dalam bentuk pasir silika/kuarsa, batu kuarsa, dan kuarsit mencapai 27 miliar ton dan cadangan (reserve) mencapai 7 miliar ton.
Sementara ketersediaan grafit di Indonesia tahun 2023 mencapai 31 juta ton (tereka dan terunjuk). Selain dari sumber mineral berupa grafit alam, grafit juga dapat diproduksi dari sumber daya potensial lainnya seperti kokas minyak bumi dan batubara.
“Silika banyak digunakan sebagai bahan baku bagi industri hilir seperti ban, kaca, semen, dan semikonduktor, sedangkan grafit merupakan komoditas strategis bagi industri pelumas, elektronik, komposit, dan otomotif, selain dapat pula dibuat dari bahan berbasis karbon lainnya,” jelas Taufiek.


























