Transformasi Energi ASEAN Harus Berpindah Menuju Kompetisi

0
269
Foto bersama para Menteri Energi ASEAN.

Jakarta, Petrominer — Southeast Asia Energy Transition Collaborative Network (SETC) menyambut baik hasil Pertemuan Ke-43 Menteri Energi ASEAN (The 43rd ASEAN Ministers on Energy Meeting/AMEM) di Kuala Lumpur pada 14-17 Oktober 2025 lalu. Pencapaian ini menjadi landasan penting menuju sistem energi ASEAN yang lebih terhubung dan tangguh. Namun, transformasi ini harus ditingkatkan menjadi daya saing, dengan mengubah koordinasi regional menjadi hasil industri dan sosial yang konkret.

AMEM telah menyepakati pemutakhiran Nota Kesepahaman ASEAN Power Grid (APG), meluncurkan Inisiatif Pembiayaan APG (APGF) bersama Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia, menyetujui Kerangka Pengembangan Kabel Listrik Bawah Laut, serta menyempurnakan Rencana Aksi ASEAN untuk Kerjasama Energi (APAEC) 2026–2030, yang menargetkan 45 persen kapasitas energi terbarukan dan pengurangan intensitas energi sebesar 40 persen pada tahun 2030.

“Pernyataan Bersama AMEM ke-43 menunjukkan bahwa ASEAN mampu menghadirkan kerangka kerja seperti jaringan listrik, pembiayaan, dan perdagangan lintas batas. Namun tahap selanjutnya harus menghadirkan transformasi nyata,” kata Pejabat Sementara Kepala Sekretariat SETC, Marlistya Citraningrum, Senin (27/10).

Marlistya menegakan transisi energi tidak boleh berhenti sebatas agenda teknis. Hal itu harus menjadi narasi ekonomi dan sosial baru kawasan, tentang bagaimana ASEAN menciptakan lapangan kerja, menarik investasi, dan memastikan kedaulatan energi di tengah ketidakpastiaan global.

Hasil AMEM, khususnya Inisiatif Pembiayaan APG dan Kerangka Kerja Kabel Bawah Laut, menurutnya, menjadi langkah kelembagaan paling komprehensif ASEAN sejauh ini dalam menghubungkan keamanan energi dengan integrasi energi bersih. Inisiatif ini bertujuan membuka perdagangan listrik multilateral, memperlancar aliran listrik terbarukan lintas negara, dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil melalui jaringan listrik yang terintegrasi dan mekanisme investasi yang minim risiko.

SETC menilai pencapaian ini sebagai fondasi penting. Meski begitu, ASEAN perlu melangkah lebih jauh. Tidak hanya membangun hardware berupa infrastruktur, namun juga software berupa kebijakan yang konsisten, insentif yang selaras, dan pembiayaan yang inklusif.

“Kepemimpinan Malaysia berhasil menempatkan ASEAN sebagai jembatan lintas batas melalui inisiatif jaringan listrik dan pembiayaan,” kata Direktur Institute of Energy Policy and Research (IEPRe) UNITEN Malaysia, Nora Yusma Yusoff, yang juga mitra SETC.

Langkah selanjutnya, menurut Nora, adalah memastikan kerangka kerja ini menarik investasi nyata dan menciptakan peluang industri regional. Transisi energi harus menjadi mesin baru daya saing ASEAN dan bukan hanya konektivitas.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here