
Jakarta, Petrominer – Kementerian Perindustrian terus berupaya memperkuat sinergi dan kolaborasi yang berkelanjutan di sektor industri refraktori. Langkah ini diperlukan guna menanggapi kondisi impor yang masif dan rendahnya utilisasi industri refraktori nasional.
Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam (ISKPBGN), Kementerian Perindustrian, Putu Nadi Astuti mengatakan rata-rata utilisasi industri refraktori nasional hanya mencapai 33,78 persen dari total kapasitas terpasang para periode tahun 2020 hingga 2024. Hal ini menunjukkan kinerja dan daya saing industri refraktori nasional masih belum optimal.
“Pangsa pasar domestik industri ini pun sangat minim, hanya 12,54 persen dari seluruh kebutuhan refraktori di dalam negeri. Kesenjangan ini menegaskan bahwa produk impor masih mendominasi pangsa pasar di Indonesia,” ungkap Putu, Senin (10/11).
Industri refraktori adalah industri yang memproduksi bahan-bahan tahan api (refraktori) yang biasa digunakan dalam proses industri dengan suhu tinggi, seperti industri baja, semen, kaca, dan lain-lain. Bahan-bahan refraktori ini dirancang untuk tahan terhadap suhu tinggi, korosi, dan tekanan, sehingga dapat melindungi peralatan dan struktur industri dari kerusakan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor produk refraktori untuk semen tahan api dan bata tahan api pada tahun 2020–2024 mencapai 891.434 ton dengan nilai perdagangan US$ 588,90 juta. Impor produk ini didominasi oleh China (88 persen), diikuti Malaysia (2,21 persen), Korea Selatan (1,94 persen), Thailand (1,76 persen), dan India (1,35 persen).
Business Matching
Menanggapi kondisi impor yang masif dan rendahnya utilisasi industri refraktori nasional, Kemenperin berkomitmen melakukan langkah strategis untuk memperkuat sinergi dan kolaborasi yang berkelanjutan. Salah satunya melalui Business Matching Industri Refraktori Nasional, yang diselenggarakan di Bandung awal November 2025 lalu.
“Kegiatan ini dilakukan untuk memperkuat sinergi antara produsen refraktori di dalam negeri dengan industri pengguna yaitu industri semen, keramik, dan kaca,” jelas Putu.
Putu berharap agenda business matching ini dapat menjadi langkah strategis untuk memperkuat sinergi dan kolaborasi yang berkelanjutan. Kolaborasi yang terjalin melalui forum ini ditargetkan membawa dampak positif yaitu peningkatan utilisasi industri refraktori di dalam negeri, peningkatan efisiensi industri semen, keramik, dan kaca serta terciptanya kemandirian industri refraktori nasional.
“Dengan tercapainya kemandirian industri refraktori nasional, rantai pasok nasional akan semakin kuat, dan searah dengan kebijakan pembangunan industri nasional,” tegasnya.
Pengolahan Non Migas
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menyampaikan bahwa industri manufaktur atau sektor Industri Pengolahan Non Migas (IPNM) kembali menunjukkan kinerja positifnya. Pada triwulan III tahun 2025, sektor IPNM tumbuh sebesar 5,58 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,04 persen.
“Pertumbuhan ini mencerminkan peran strategis sektor IPNM sebagai motor penggerak perekonomian nasional,” ungkap Menperin.
Menurutnya, pertumbuhan ini tidak terlepas dari kontribusi sektor ISKPBGN, yang mencatatkan pertumbuhan pada Produk Domestik Bruto (PDB) 7,34 persen sepanjang triwulan III tahun 2025.
“Sektor ISKPBGN terus menunjukkan kinerja yang solid dan stabil. Hal ini memacu kami untuk terus meningkatkan utilisasi industri refraktori nasional,” ujar Agus.

























