
Jakarta, Petrominer – Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong Pemerintah untuk memperkuat rantai pasok industri Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), sehingga dapat bersaing dalam teknologi modul surya. Langkah ini diyakini dapat mendorong adopsi PLTS dan menciptakan lapangan kerja yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR, Alvin Putra Sisdwinugraha, mengatakan teknologi modul surya semakin berkembang dengan dominasi teknologi berbasis silikon. Teknologi monokristalin ini menawarkan efisiensi yang lebih tinggi.
“Harga modul surya turun hingga 66 persen selama 5 tahun terakhir, menjadi sekitar 14,5 sen US$ per Wp (sekitar Rp 2.300 per Wp). Indonesia perlu menangkap peluang pengembangan rantai pasok industri PLTS agar mampu bersaing dengan produk PLTS impor,” ujar Alvin di Media Luncheon Indonesia Solar Summit 2024, Selasa (13/8).
Adopsi energi surya di dunia semakin meningkat, mencapai hingga 1,6 TW pada tahun 2023. Di kawasan Asia Tenggara, total kapasitas energi suryanya mencapai 25,9 GW di tahun yang sama. Sementara Indonesia mempunyai potensi energi surya lebih dari 3.295 GW.
“Ekspansi China ke Asia Tenggara untuk memproduksi modul surya yang diperuntukan ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa perlu dipandang sebagai kesempatan untuk bekerja sama dalam membangun produksi modul surya dalam negeri,” ungkapnya.
Berdasarkan analisis IESR, kapasitas produksi modul surya Indonesia terbilang meningkat, yakni mencapai 2,3 GW per tahun per Juni 2024. Namun secara ukuran, efisiensi, harga dan kategori panel tier-1, Indonesia masih tertinggal dari modul surya impor. Bahkan, modul surya dalam negeri bahkan belum ada yang mendapatkan sertifikasi tier-1, sehingga sulit mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan internasional. Harga PLTS lokal 30-45 persen lebih tinggi dibandingkan PLTS impor.
Karena itulah, menurut Alvin, IESR mendorong Pemerintah untuk meningkatkan daya saing PLTS lokal dengan memberikan insentif, baik fiskal maupun non-fiskal, untuk mengurangi biaya produksi, terutama apabila berorientasi ekspor. Pemerintah sebaiknya juga melakukan kerjasama dengan produsen global untuk transfer teknologi, serta memberikan kepastian regulasi dan pasar domestik.
“Pemerintah harus bisa mengatasi hambatan permintaan dalam negeri yang rendah, salah satunya dengan pengadaan tender yang berkala,” tegasnya.
Perekayasa Ahli Utama, Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Arya Rezavidi, mengungkapkan bahwa keberadaan rantai pasok PLTS yang kuat akan meningkatkan nilai tambah mineral penting untuk pembuatan modul surya. Misalnya, nilai tambah ekonomi industri rantai pasok sel surya kristal silikon secara optimal dapat menjad 637,5 kali lipat dibandingkan biaya awal.
“Pengembangan PLTS tidak hanya untuk mencapai target bauran energi terbarukan, tapi juga menandakan bahwa Indonesia menguasai teknologi PLTS yang kompetitif,” ujar Arya.
Sementara Chief Financial Officer (CFO) PT Trina Mas Agra Indonesia, Wilson Kurniawan, mengungkapkan bahwa dari sisi perusahaan, industri sel dan modul surya membutuhkan dukungan berupa kepastian dan percepatan realisasi demand panel surya. Industri ini juga perlu prioritas penggunaan panel surya produksi dalam negeri, regulasi dan inisiatif untuk menumbuhkan industri pendukung panel surya, kebijakan yang mendorong investasi hulu, serta pengenaan bea impor untuk melindungi pabrikan dalam negeri.
Indonesia Solar Summit
Untuk memperkuat kolaborasi dan dukungan pemanfaatan PLTS dan pengembangan industri komponen PLTS dalam negeri, IESR bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan bermitra dengan RE100 Climate Group akan menyelenggarakan Indonesia Solar Summit (ISS) 2024 di Jakarta pada 21 Agustus 2024.
ISS 2024 mengambil tema “Membangun Rantai Pasok PLTS Indonesia untuk Mempercepat Transisi Energi dan Mendukung Industri Hijau.” Acara ini merupakan bagian pra-acara Indonesia Sustainability Forum 2024.
“Indonesia Solar Summit 2024 akan membahas strategi kunci dalam mengembangkan industri PLTS domestik serta menggalang komitmen dari pemerintah maupun entitas bisnis untuk akselerasi pemanfaatan PLTS di Indonesia,” jelas Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, Marlistya Citraningrum.
























