Era Baru Energi Hijau: Insentif Harga Dongkrak Minat Investor

0
341
Riki F. Ibrahim.

Jakarta, Petrominer – Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 dinilai sebagai tonggak penting dalam transformasi energi nasional. Regulasi yang mengatur pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan berbasis teknologi ramah lingkungan ini menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam mempercepat transisi menuju energi bersih dan berkelanjutan.

Pengamat energi Riki. F Ibrahim mengatakan kebijakan harga ini dinilai akan menjadi pemicu masuknya investasi asing secara masif ke industri energi bersih nasional. Pasalnya, Indonesia diperkirakan segera memasuki era baru dalam sektor energi terbarukan, dengan harga pembelian tenaga listrik (feed-in tariff) yang menembus dua digit atau sekitar 20 sen US$ per kWh.

“Saya menilai tren tersebut sebagai sinyal kuat bahwa pemerintah semakin serius mempercepat transisi menuju energi bersih dan memperkuat fondasi investasi hijau nasional,” ujar Riki ketika dihubungi PETROMINER, Selasa malam (14/10).

Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero) Periode 2016–2022 ini mengapresiasi Pemerintah yang mulai menunjukkan langkah konkret dalam mempercepat pemanfaatan energi terbarukan. Langkah ini sejalan dengan visi nasional yang menargetkan 100 persen bauran energi terbarukan pada tahun 2035, sebagaimana telah disampaikan dalam berbagai pemberitaan terkini.

Namun tanpa penyesuaian kebijakan harga dan perluasan dukungan investasi, menurutnya,  target tersebut akan sulit tercapai. Apalagi jika fokus hanya pada proyek pengelolaan sampah menjadi energi tanpa mengoptimalkan potensi besar PLTP, PLTA, PLTS+BESS, dan PLTB+BESS.

Riki, yang kini mengajar di Program Magister Energi Terbarukan Universitas Darma Persada, menilai teknologi energi terbarukan berkapasitas tinggi seperti PLTP, PLTA, PLTS+BESS, dan PLTB+BESS layak memperoleh harga jual listrik dua digit seiring keluarnya Perpres 109/2025. Aturan sebelumnya, yakni Perpres 122/2022, dianggap belum mencerminkan keekonomian proyek, terutama di wilayah yang minim infrastruktur dan belum memiliki jaringan transmisi.

“Banyak pengembang swasta (IPP) mengaku kesulitan mengikuti tender karena masih terikat pada ketentuan dalam Perpres 122/2022,” ucapnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here