Unplanned Shutdown, Penyebab Lifting Migas Belum Optimal

0
661
Realisasi produksi minyak periode Januari 2021-Maret 2022.

Jakarta, Petrominer – SKK Migas melaporkan realisasi produksi terangkut atau lifting minyak dan gas bumi (migas) nasional sepanjang kuartal I tahun 2022 masih di bawah target. Karena itulah, SKK Migas terus mendorong Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk menggenjot produksi guna memanfaatkan momentum tingginya harga minyak saat ini.

Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, menjelaskan belum optimalnya realisasi lifting migas itu disebabkan karena dampak bawaan dari pandemi dan sejumlah penghentian operasi yang tidak terencana (unplanned shutdown) sepanjang tahun 2021. Parahnya, kondisi tersebut juga terjadi di blok migas andalan produksi minyak nasional, yakni blok Rokan dan blok Cepu.

“Produksi dan lifting kita masih terkendala terutama entry point yang sangat rendah di awal 2022 karena dampak dari pandemi itu di kuartal satu kita loss di sana sekitar 20.000 barel per hari (bph) kemudian mostly juga dampak dari unplanned shutdown,” kata Dwi pada konferensi pers capaian dan kinerja hulu migas kuartal I-2022 yang diselenggarakan secara hybrid (tatap muka dan online), Jum’at (22/4).

Sejak awal tahun 2021 lalu, menurutnya, produksi migas nasional sudah tidak optimal. Sepanjang semester pertama tahun 2021, ungkapnya, terjadi sejumlah unplanned shutdown seperti di Husky-CNOOCK Madura Limited (HCML) dan Medco E&P Natuna. Sementara Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) mengalami kebocoran pipa pada Mei 2021.

Pada kuartal IV/2021, penghentian operasi terjadi kembali di PHE ONWJ yang diikuti dengan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan Exxon Mobil Cepu Limited (EMCL) akibat gangguan listrik. Berhentinya operasi tiga kontraktor besar itu berdampak serius pada torehan produksi minyak pada Januari 2022 yang anjlok di posisi 616.000 BOPD.

“Februari dan Maret ini sudah mulai membaik lagi tetapi sayang di pekan kemarin ada masalah di EMCL pipanya bengkok karena ada tanah longsor khawatir ada hal-hal yang lebih berbahaya kita stop, kita kehilangan sekitar 11 ribu produksi di Cepu,” jelas Dwi.

Selain itu, menurutnya, masalah percepatan perizinan hingga ketersediaan rig pengeboran di lapangan juga ikut mempengaruhi kegiatan produksi. Beberapa faktor tersebut cukup signifikan dalam mempengaruhi capaian produksi minyak di awal tahun ini.

Dwi mencatat rig pengeboran yang beroperasi saat ini setidaknya jumlahnya mencapai 34 unit. Rig pengeboran tersebut terdiri dari 25 unit rig darat (onshore) dan 9 unit rig laut (offshore). Namun, ketersediaan rig ini rupanya belum dapat mengakomodir kebutuhan target pengeboran sumur migas yang sudah dicanangkan di tahun ini. Sehingga berdampak pada realisasi pengeboran sumur pengembangan di awal tahun ini yang meleset dari target dan berimbas pada capaian produksi.

Realisasi produksi/salur gas bumi periode Januari 2021-Maret 2022.

Dalam kesempatan itu, dia melaporkan bahwa sepanjang kuartal I-2022, realisasi lifting minyak hanya mencapai 611.700 barrels oil per day (BOPD). Angka ini lebih rendah dari target yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 sebesar 703.000 BOPD.

Tidak hanya itu, realisasi lifting gas sepanjang triwulan I-2022 juga lebih rendah dari target yang dipatok pemerintah sebesar 5.800 juta standard cubic feet per day (MMSCFD), yakni sebesar 5.321 MMSCFD.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here