Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan. (Petrominer/Sony)

Jakarta, Petrominer – Anjloknya nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat mulai berasa imbasnya ke sektor energi. Sejumlah proyek pembangunan pembangkit listrik pun terpaksa ditunda sebagai bagian dari upaya membatasi aktivitas impor. Langkah itu diambil bersamaan dengan rencana pemerintah membatasi impor 900 komoditas konsumsi.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memutuskan untuk menunda pengerjaan sejumlah proyek listrik bagian mega proyek 35 ribu MegaWatt (MW). Total kapasitas pembangkit listrik yang ditunda mencapai 15.200 MW.

Menurut Menteri ESDM Ignasius Jonan, pergeseran Commercial of Date (COD) dilakukan pada proyek pembangkit tenaga listrik yang sudah tandatangan Power Purchase Agreement (PPA) namun belum Financial Close (FC). Kapasitas totalnya mencapai 15.200 MW dengan total investasi US$ 23,9 miliar. Proyek tersebut terdiri dari Program 35.000 MW sebanyak 12.281 MW dan Program Reguler sebanyak 2.971 MW.

“Proyek pembangkit listrik yang akan ditunda adalah proyek-proyek yang belum memasuki tahap pemenuhan kewajiban pembiayaan (financial closing). Kapasitas total mencapai 15.200 MW, dengan total investasi berkisar US$ 23,9,” ujar Jonan dalam jumpa pers di Kementerian ESDM, Selasa malam (4/9).

Dia menjelaskan, proyek pembangkit tenaga listrik yang semula COD-nya tahun 2018-2019 digeser ke tahun 2020–2021 dengan tetap memenuhi keandalan sistem kelistrikan. Total kapasitas pembangkit yang ditunda selama dua tahun itu mencapai 1.160 MW. Semenyara proyek pembangkit tenaga listrik yang COD tahun 2020 dan setelahnya akan disesuaikan dengan kebutuhan sistem kelistrikan setempat.

“Penundaan pembangkit tersebut dapat menghemat impor barang di sektor ketenagalistrikan sebesar US$ 771,6 juta atau sekitar sekitar Rp 11,19 triliun, dengan asumsi US$ 1 = Rp 14.500,” jelas Jonan.

Dalam kesempatan itu, dia juga menegaskan Pemerintah hanya menunda bukan membatalkan proyek-proyek pembangkit listrik tersebut. Pasalnya, Pemerintah meyakini bakal ada peningkatan konsumsi listrik ke depan. Penundaan tersebut dilakukan untuk disesuaikan dengan kebutuhan konsumsi listrik saat ini, yang masih di bawah target seiring laju pertumbuhan ekonomi.

“Tahun ini, konsumsi listrik diperkirakan hanya tumbuh enam persen. Padahal, tadinya pemerintah memperkirakan pertumbuhan konsumsi listrik tahun ini bisa mencapai delapan persen,” ujar Jonan.

Meskipun demikian, target rasio elektrifikasi tetap dikejar. Pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi mencapai sebesar 99 persen, pada tahun 2019.

Penundaan pembangunan proyek-proyek pembangkit listrik itu diharapkan dapat mengurangi impor dan menghemat devisa negara sebesar US$ 8-10 miliar pada tahun 2018. Selama ini, proyek-proyek pembangkit listrik menyerap banyak komponen impor.

Selain menekan penggunaan komponen impor, Pemerintah juga terus berupaya meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di pembangunan pembangkit listrik. Ini sejalan dengan instruksi Presiden Joko Widodo agar sejumlah proyek di sektor ESDM diarahkan untuk semaksimal mungkin menggunakan barang non-impor.

“TKDN di pembangunan pembangkit listrik itu hanya 20-40 persen, tapi ada yang sampai 50 persen,” ujar Jonan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here