Jakarta, Petrominer — PT PGN Tbk, selaku Subholding Gas Pertamina, senantiasa menjaga peran dalam rangka membantu mengurangi beban beban subsidi dan impor energi. Salah satunya melalui pengembangan secara masif jaringan gas rumah tangga (jargas).
Tentunya, hal ini sejalan dengan target swasembada energi. Di mana, Indonesia semakin mandiri dalam hal pemenuhan energi dengan memanfaatkan sumber domestik.
“Dari sisi pemerintah, jargas dapat membantu mengurangi subsidi dan impor energi, yang selama ini membebani,” ujar Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas, Ditjen Migas Kementerian ESDM, Laode Sulaeman.
Berkat jargas, menurut Laode, subsidi energi juga bisa menjadi lebih tepat sasaran dan memperbaiki current devisa negara, mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat dan penyerapan tenaga kerja selama pembangunan jargas berlangsung.
“Sedangkan bagi masyarakat, melalui jargas, mereka dapat menikmati energi yang praktis, aman, dan hemat,” ungkapnya dalam kegiatan Investortrust FGD Gotong Royong Membangun Jargas, yang diselenggarakan akhir Oktober 2024 lalu.
Dalam acara yang sama, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I, Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Gunawan Eko Movianto, menyampaikan dukungan Kemendagri untuk menjembatani kepentingan Pemerintah Daerah dengan proyek pengembangan jargas.
“Kemendagri mendukung pembangunan jargas untuk swasembada energi agar kita dapat memanfaatkan kekayaan alam domestik bekerja sama bersama seluruh stakeholder dengan eksekusi bertanggung jawab penting untuk dilaksanakan,” ujar Gunawan.
Jadi Stimulus
PGN menyambut baik dukungan dari berbagai stakeholder. Tentunya, ini diharapkan bisa menjadi stimulus ke depan dalam pengembangan jargas.
Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN, Rosa Permata Sari, memaparkan estimasi pengurangan impor LPG dari pengelolaan jargas eksisting PGN saat ini mencapai 84.000 ton per tahun. Sementara pengurangan subsidi bisa mencapai Rp 468 miliar per tahun per 1 juta sambungan rumah tangga jargas.
“Angka ini tentu akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan jargas yang diakselesari secara bersama-sama oleh pihak-pihak terkait,” jelas Rosa.
Untuk itu, menurutnya, dibutuhkan penyelarasan bauran energi di wilayah jargas dengan bahan bakar subtitusi, khususnya LPG bersubsidi. Ini perlu dilakukan untuk optimalisasi program jargas, serta meningkatkan keberminatan pelanggan.
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro.
Menurut Komaidi, demi kepentingan nasional dan adanya komitmen untuk lingkungan bersih dan menghemat devisa, jargas adalah solusinya. Komitmen untuk membangun jargas penting, dan nurani dalam pengelolaan energi nasional juga penting bagi rakyat.
“Selain itu, dalam konteks geopolitik, ketika timur tengah goyang, maka 50 persen pasokan migas dapat terganggu. Jargas akan jadi salah satu solusi menjaga ketahanan energi nasional,” paparnya.
Sementara Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, hanya mengingatkan terkait minat untuk mengurangi subsidi. Apalagi, Indonesia masih bergantung terhadap impor yang bakal berpengaruh dengan kondisi global.
“Apakah kita mau atau tidak untuk mengurangi subsidi energi? Karena kondisi global juga cukup mengkhawatirkan. Dalam hal pengelolaan ketahanan energi nasional, mau diakui atau tidak diakui Indonesia cukup bergantung dengan impor. Now or never (bangun jargas).” tegas Agus.