Jakarta, Petrominer – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, melaporkan sudah ada lima badan usaha yang telah memiliki kemajuan atau progress pembangunan pabrik pemurnian (smelter) konsentrat mineral logam di atas 50 persen. Sementara pembangunan smelter bauksit tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan.
“Untuk memastikan pembangunan smelter dapat diselesaikan dan memperhatikan adanya pandemi Covid-19, diperlukan payung hukum yang menjadi dasar pemberian kesempatan penjualan hasil pengolahan mineral logam bagi komoditas tertentu serta relaksasi ekspor konsentrat, dengan tetap dikenakan sanksi denda atas keterlambatan,” ujar Menteri ESDM dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (24/5).
Berdasarkan verifikator Independen, ungkapnya, sebanyak lima badan usaha telah memiliki kemajuan pembangunan smelter konsentrat mineral logam di atas 50 persen. Mereka adalah PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Industri (komoditas tembaga), PT Sebuku Iron Lateritics Ore (komoditas besi), PT Kapuas Prima Citra (komoditas timbal), dan PT Kobar Lamandau Mineral (komoditas seng).
Sementara untuk komoditas bauksit, dari rencana 12 fasilitas pemurnian, empat smelter sudah beroperasi dan delapan lainnya masih dalam tahap pembangunan. Namun berdasarkan peninjauan di lapangan, terdapat perbedaan yang signifikan dengan hasil verifikator independen. Yakni, tujuh dan delapan smelter yang dilaporkan sedang dibangun ternyata masih berupa tanah lapang.
“Pada 7 lokasi smelter masih berupa tanah lapang walaupun dalam laporan hasil verifikasi ditunjukkan kemajuan pembangunan berkisar antara 32 hingga 66 persen,” ungkap Arifin.
Sebagai upaya untuk mempertimbangkan kelanjutan pembangunan smelter, menurutnya, saat ini tengah diselesaikan Rancangan Peraturan Menteri ESDM tentang kelanjutan pembangunan smelter, dengan substansi antara lain pemberian kesempatan bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP)/Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Mineral Logam dalam menjual hasil pengolahan ke luar negeri sampai dengan Mei 2024.
Meski begitu, kebijakan ini terbatas pada komoditas Tembaga, Besi, Timbal, dan Seng serta Lumpur Anoda hasil pemurnian tembaga dan hanya dapat diberikan kepada Pemegang IUP/IUPK yang progres pembangunan smelternya telah mencapai 50 persen pada Januari 2023. Selanjutnya, kemudahan ini akan dapat dicabut apabila tidak menunjukkan kemajuan dalam pembangunan smelternya.
“Pelaksanaan hilirisasi harus dilaksanakan dengan kontrol dan pengawasan yang terukur dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” jelas Arifin.
Sementara terkait masih belum selesainya beberapa perusahaan membangun smelter, dia menjelaskan bahwa Pemerintah telah mengeluarkan Kepmen ESDM No. 89 Tahun 2023 tentang Pedoman Pengenaan Denda Administratif Keterlambatan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri, dan penambahan waktu ekspor tetap dijalankan sesuai ketentuan peraturan perundangan dan mengenakan sanksi pada badan usaha.
Pengenaan denda yang diberikan berupa penempatan Jaminan Kesungguhan 5 persen dari total penjualan periode 16 Oktober 2019 – 11 Januari 2022 dalam rekening bersama (escrow account). Apabila pada 10 Juni 2024 tidak mencapai 90 persen dari target, maka jaminan kesungguhan disetorkan kepada kas negara, dan pengenaan denda administratif atas keterlambatan pembangunan sebesar 20 persen dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri untuk setiap periode keterlambatan dengan mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19 berdasarkan laporan Verifikator Independen.
“Paling lambat disetorkan pada 60 hari sejak Kepmen ESDM No. 89 Tahun 2023 berlaku (16 Mei 2023) dan pemegang IUP/IUPK yang melakukan ekspor pada periode perpanjangan akan dikenakan denda yang diatur lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan,” jelas Arifin.