Jakarta, Petrominer — Komisi XI DPR RI minta Pemerintah meninjau ulang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016. Pemerintah juga diminta untuk memberikan penjelasan kepada DPR mengenai substansi dan esensi dari PP tersebut.

Terbitnya PP Nomor 72 tahun 2016 tentang Perubahan atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Perseroan Terbatas memang telah mengundang sejumlah kritikan. Malahan, Komisi XI menyebutnya sebagai suatu peraturan yang dapat membuat Menteri BUMN Rini Soemarno semakin memiliki kuasa dalam menjual aset negara.

“PP No. 72/2017 harus ditinjau ulang dan pemerintah wajib memberikan penjelasan kepada DPR mengenai substansi dan esensi dari PP tersebut. Hal ini agar tidak terjadi pengobralan aset BUMN yang dilakukan pemerintah,” ujar Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno, Selasa (17/1).

Jika PP tersebut tidak ditinjau ulang, Hendrawan menyatakan khawatir bila Menteri Rini atau Kementerian BUMN yang memiliki kuasa bisa menjual aset-aset itu kemana saja. “Kami tidak ingin banyak pihak menilai Pemerintah sedang obral aset. Makannya kami ingin meninjau ulang,” tegasnya.

Hendrawan menyadari bahwa Pemerintah mengeluarkan PP tersebut atas dasar efisiensi dan percepatan kerja Kementerian BUMN di tengah persaingan global. Namun tetap saja, dalam pengelolaan aset BUMN, Pemerintah diminta untuk tetap mengacu kepada beberapa hal.

“Dalam pengelolaan aset BUMN, kan harus mengacu kepada UU BUMN, UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara. Kalau tidak diacu terhadap ketiga UU tersebut, maka jelas bahwa PP Nomor 72 tahun 2016 bertentangan dengan undang-undang,” tegasnya.

Dia juga menyayangkan isi dalam PP tersebut yang tidak melibatkan DPR dalam pengawasan penjualan aset negara. Hal ini disebutnya bisa menimbulkan potensi-potensi yang buruk dan berdampak kepada negara di kemudian hari. Oleh karenanya, menurut Hendrawan, DPR dalam waktu dekat akan memanggil Menteri Keuangan sebagai wakil dari Menteri BUMN untuk menjelaskan lebih dalam substansi dari PP tersebut.

“Ya, DPR akan memanggil Menkeu sebagai perwakilan dari Menteri Rini untuk menjelaskan ini. Karena kami tidak ingin ada potensi-potensi yang merugikan negara di kemudian hari atas berjalannya PP tersebut,” tegasnya.

Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Universitas Gajah Mada Tri Widodo mengatakan, PP Nomor 72 tahun 2016 itu sarat akan kecacatan hukum dan dinilai sangat berbahaya. Ini karena salah satunya pemindahan atau penjualan aset negara menjadi sangat mudah tanpa pengawasan DPR. Dengan begitu, aset negara bisa diperdagangkan dengan mudahnya berdasarkan ketentuan perusahaan.

Menurut Tri Widodo, Pemerintah terkesan terburu-buru dan tidak cerdas mengambil keputusan dalam pembuatan PP ini. Pemerintah terkesan memihak pada kepentingan tertentu salah satunya holding BUMN, yang saat ini masih menjadi topik pembahasan antara Pemerintah dan DPR yang tak kunjung selesai.

“Pemerintah kan menghendaki untuk holding, itu sebetulnya sah-sah saja untuk holdingnya, tapi kalau caranya demikian, dengan PP 72, ini terkesan memaksakan,” paparnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here