Jakarta, Petrominer – Pemerintah terus berupaya mendorong peningkatan nilai tambah hasil mineral dan batubara (minerba) melalui pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Hingga akhir tahun 2020, sebanyak 19 smelter telah beroperasi, yang didominasi smelter nikel.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, hingga tahun 2024 akan dibangun 53 smelter. Fasilitas pengeolahan ini masih didominasi oleh nikel yang akan dibagun secara bertahap hingga 30 smelter dalam empat tahun mendatang.
“Untuk tahun 2021, hanya ada tambahan empat smelter dengan rincian tiga smelter nikel serta satu smelter timbal dan seng,” ungkap Arifin dalam paparan Capaian Kinerja Sektor ESDM Tahun 2020 dan Rencana Kerja Tahun 2021 yang disampaikan, Kamis (7/1).
Jika rencana tahun ini terealisasi, berarti ada kenaikan tambahan smelter baru. Pasalnya, sepanjang tahun 2020 hanya ada 2 smelter baru. Keduanya smelter nikel.
Berdasarkan data yang dipaparkan Menteri ESDM, pertumbuhan pembangunan smelter nikel terbilang pesat dibandingkan komoditas mineral lainnya. Sejak mulai beroperasi tahun 2012, smelter nikel terus bertambah dari dua smelter menjadi 13 smelter tahun ini. Hingga tahun 2024, recananya akan beroperasi 30 smelter nikel.
Dalam kesempatan itu, Menteri juga menyampaikan kebutuhan investasi untuk membangun 53 smelter sampai dengan 2024 mencapai US$ 21,59 miliar. Dengan rincian investasi untuk smelter nikel sebesar US$ 8 miliar, bauksit sebesar US$ 8,64 miliar, besi sebesar US$ 193,9 juta, tembaga US$ 4,69 miliar, mangan sebesar US$ 23,9 juta, serta timbal dan seng sebesar US$ 28,8 juta.
“Total realisasi investasi pembangunan smelter hingga Semester I-2020 mencapai US$ 12,06 miliar,” ungkapnya.