Jakarta, Petrominer – Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menyatakan siap mengawal keputusan penting dalam sejarah transparansi pengelolaan industri ekstraktif, khususnya minyak dan gas bumi (migas) serta pertambangan mineral dan batu bara (minerba).

Pertemuan Dewan Extractive Industries Transparency Initiatives (EITI) Internasional ke-42 di Kyev, Ukraina, pada 28 Pebruari 2019 lalu, menyetujui perubahan Standar EITI yang akan menjadi acuan bagi 52 anggota pelaksana EITI di seluruh dunia. Selanjutnya, persetujuan perubahan Standar EITI tersebut akan disahkan dalam EITI Global Conference yang akan digelar bulan Juni 2019 di Paris. Pertemuan ini rencananya akan dihadiri oleh perwakilan negara pelaksana EITI di seluruh dunia.

Menurut Koordinator Nasional PWYP Indonesia, Maryati Abdullah, salah satu perubahan signifikan tersebut adalah kewajiban seluruh anggota pelaksana EITI untuk membuka data kontrak serta izin migas dan minerba yang baru atau amandemen di tahun 2021. Selain itu, ada juga kewajiban pembukaan data pembayaran perusahaan dan penerimaan negara dalam lingkup project by project level dan transparansi commodity trading yang meliputi penjualan maupun pembelian migas dan minerba.

”Sebagai koalisi masyarakat sipil yang sejak awal mengawal lahirnya EITI dan sekaligus pelaksanaannya, tentu saja kami menyambut gembira hasil keputusan Dewan EITI Internasional,” tegas Maryati dalam pernyataan tertulis yang diterima Petrominer, Selasa (12/3).

Dia menilai, keputusan itu menunjukkan kemajuan advokasi masyarakat sipil dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas di sektor ekstraktif. Tidak hanya itu, keputusan tersebut juga menunjukkan bahwa inisiatif EITI tak hanya berhenti dalam satu tahap saja, melainkan terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman.

“Awal kehadiran EITI yang hanya mentransparansikan penerimaan negara saja, kini sudah beranjak jauh mendorong transparansi di hampir sepanjang rantai bisnisindustri esktraktif, termasuk mengintegrasikan kesetaraan dan keadilan gender. Lebih penting lagi, EITI menuntut adanya dampak perbaikan nyata dalam wujud reformasi tata kelola industri ekstraktif,” ujar Maryati

Indonesia mernjadi negara pelaksana EITI sejak tahun 2010, dengan payung hukum Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26 Tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang Diperoleh dari Industri Ekstraktif. Untuk itu, Indonesia diharapkan dapat menjadi negara pionir yang secara progresif mendorong transparansi dan akuntabilitas di sektor ini.

“Kami yakin Indonesia sebagai negara yang kaya dengan hasil pertambangan migas dan minerba, dapat mengambil kepemimpinan gerakan ini secara global,” tegasnya.

Keterbukaan Kontrak dan Izin

Sementara Wakil Masyarakat Sipil dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia, Aryanto Nugroho, menjelaskan bahwa dalam konteks keterbukaan kontrak dan izin pertambangan di Indonesia, secara umum telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), khususnya Pasal 11 ayat (1) yang mengatur bahwa badan publik wajib menyediakan dokumen perjanjian badan publik dengan pihak ketiga, termasuk di dalamnya dokumen Kontrak Karya (KK), Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa dan lainnya.

“Dalam pelaksanaannya dokumen kontrak dan izin di sektor migas dan minerba adalah informasi yang terbuka” terang Aryanto.

Manajer Advokasi dan Pengembangan Program PWYP Indonesia ini juga menyebutkan sejumlah putusan Komisi Informasi (KI) baik di pusat maupun daerah yang menyatakan bahwa dokumen kontrak dan izin adalah dokumen publik yang wajib disediakan bagi publik.

Sebut saja putusan KI Pusat No. 197/VI/KIP-PS-M-A/2011 menyoal sengketa YP2IP dan Kementerian ESDM terkait Salinan Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Mining Corporation, serta perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) PT Kaltim Prima Coal, yang menyebutkan bahwa salinan KK tersebut adalah informasi terbuka secara keseluruhan.

“Yang terbaru, Komisi Informasi Provinsi Riau di awal tahun 2019, memutuskan bahwa salinan dokumen kontrak PSC perusahaan migas di Provinsi Riau adalah informasi terbuka sebagaimana yang dimintakan oleh pemohon informasi publik atas nama Novrizon Burman kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Perwakilan Sumatera Bagian Utara (Sumbagut),” ungkap Aryanto.

Sementara terkait dokumen perizinan, hasil mediasi antara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang dengan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat pada 5 Juni 2017 dengan nomor Register: 24/XII/KISB-PS/2016 menyebutkan bahwa seluruh dokumen perizinan tambang di Sumatera Barat per tahun 2016, merupakan informasi publik (TribunSumbar, 2017). Putusan KI Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) No. 0003/REG-PSI/III/2014 yang diperkuat oleh putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 614K/TUN/2015 dalam sengketa antara JATAM Kaltim dan Dinas Pertambangan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) juga menyatakan bahwa dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebagai informasi terbuka.

“Aneh jika Kementerian ESDM hari ini masih menyatakan bahwa dokumen kontak dan izin adalah informasi yang tertutup,” tegasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here