
Jakarta, Petrominer – Prospek produksi shale minyak dan gas bumi (migas) global menunjukkan tren positif. Peningkatan produksi yang signifikan diperkirakan bakal terjadi di negara-negara utama selama beberapa tahun ke depan, termasuk pemimpinnya saat ini, AS.
Meskipun laju pertumbuhan di AS agak melambat, menurut GlobalData, optimisme terhadap sumber daya non-konvensional ini tetap ada. Hal ini didorong oleh kemajuan teknologi dan penemuan signifikan di negara-negara seperti China, Argentina, dan Arab Saudi.
“Kombinasi rekahan hidrolik dan pengeboran horizontal telah membuka potensi sumber daya shale migas dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya, terutama di formasi seperti Cekungan Permian, Eagle Ford, dan Serpih Marcellus,” ungkap analis Migas GlobalData, Ravindra Puranik, dalam siaran pers yang diterima PETROMINER, Senin (25/8).
Menurut Puranik, pertumbuhan industri shale migas telah memperkuat kemandirian energi AS, mengurangi ketergantungan pada minyak asing, dan mengubah strategi geopolitik negara tersebut.
Dalam laporan terbarunya berjudul “Emerging Oil and Gas Shale Plays,” GlobalData mengungkapkan bahwa AS adalah pemimpin yang tak terbantahkan dalam produksi shale migas global dengan pangsa lebih dari 80 persen pada 2024 lalu. Ini berkat cadangannya yang besar, teknologi ekstraksi yang canggih, dan lingkungan regulasi yang mendukung.
ExxonMobil, Chevron, ConocoPhillips, dan Occidental Petroleum termasuk di antara pemimpin global dalam produksi shale migas dengan kehadiran yang menonjol di wilayah-wilayah shale migas di 48 negara bagian AS bagian bawah. Di luar AS, perusahaan-perusahaan seperti Canadian Natural, ARC Resources, YPF, dan Tourmaline merupakan produsen shale migas terbesar di dunia.
Kanada memiliki cadangan shale migas terbesar kedua setelah AS. Kanada juga menempati peringkat kedua dalam produksi karena kesamaan teknologi dengan negara tetangganya dan dorongan pemerintah untuk pengembangan hidrokarbon non-konvensional.
Argentina merupakan hotspot baru lainnya untuk shale migas, khususnya formasi Vaca Muerta, yang dicirikan oleh pengelolaan aset strategis oleh YPF, investasi infrastruktur yang signifikan, dan pertumbuhan produksi serta ekspor yang kuat.
Baru-baru ini, China telah membuat langkah signifikan dalam eksplorasi shale minyak, yang dapat meningkatkan ketahanan energinya dan mengurangi ketergantungan pada pasokan minyak asing. Selain itu, Arab Saudi sedang mengeksplorasi shale gas di wilayah utara dan timurnya untuk mencapai peningkatan produksi gas sebesar 60 persesn dari tahun 2021 hingga 2030 mendatang.
“Masa depan shale migas akan dibentuk oleh keseimbangan yang apik antara inovasi teknologi, efisiensi biaya, dan pengelolaan lingkungan. Negara-negara yang dapat menyelaraskan pertumbuhan produksi dengan tujuan pengelolaan karbon dan transisi energi tidak hanya akan mengamankan ketahanan energi domestik tetapi juga memperkuat posisi mereka di pasar global yang semakin kompetitif dan didorong oleh keberlanjutan,” ujar Puranik menyimpulkan.

























