
Jakarta, Petrominer – Kementerian Perindustrian menggandeng World Resources Institute (WRI) Indonesia dan Institute for Essential Services Reform (IESR) merumuskan Peta Jalan Dekarbonisasi Industri, demi mewujudkan industri nasional yang kompetitif dan beremisi rendah. Peta jalan ini menargetkan pencapaian emisi nol bersih pada tahun 2050, lebih cepat dari target nasional tahun 2060.
Kepala Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian, Apit Pria Nugraha, mengatakan pemerintah mendorong transformasi industri lewat peta jalan dekarbonisasi, insentif fiskal, kemudahan investasi, dan regulasi efisiensi sumber daya.
“Peta jalan dekarbonisasi telah disusun untuk 9 subsektor industri dengan proyeksi reduksi emisi yang signifikan. Yaitu 66,5 juta tCO2e emisi tahun 2035 dan 289,7 juta tCO2e emisi tahun 2050. Dokumen ini masih bersifat living document dan akan terus dilengkapi untuk sektor-sektor yang saat ini belum terlingkup,” ungkap Apit, Jum’at (22/8).
Peta Jalan Dekarbonisasi mencakup sembilan subsektor yang tergolong lahap energi, yakni semen, besi dan baja, pupuk, kimia, pulp dan kertas, tekstil, kaca dan keramik, otomotif, serta makanan dan minuman. Berdasarkan dari profil emisinya, 46 persen emisi di industri manufaktur berasal dari energi yang dibangkitkan secara langsung, 16 persen dari pembelian listrik, dan 38 persen dari proses kimiawi pada proses produksi dan aplikasi produk (Industrial Processes and Product Use, IPPU).
“Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita telah memaparkan progres Peta Jalan Dekarbonisasi Industri dalam Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) 2025 yang digelar pada 20-22 Agustus 2025,” ujarnya.
Menurut Apit, progres penyusunan peta jalan dekarbonisasi industri telah menghasilkan dua laporan. Laporan Teknis yang akan diluncurkna September 2025, dan Laporan Kebijakan yang akan diluncurkan Maret 2026.
“Rencananya, pada September 2026, Kementerian Perindustrian akan menerbitkan Peraturan Menteri Peta Jalan Dekarbonisasi Industri secara bertahap untuk setiap subsektor,” tegasnya.
Chief Executive Officer (CEO) IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan IESR terlibat dalam penyusunan peta jalan dekarbonisasi industri di empat sektor, yakni tekstil, kaca dan keramik, otomotif, dan makanan dan minuman.
“Peta jalan dekarbonisasi industri adalah strategi penting untuk mewujudkan ambisi pertumbuhan ekonomi 8 persen Presiden Prabowo. Tanpa transisi dari energi fosil, ambisi ini sulit tercapai di tengah ketatnya standar emisi global untuk perdagangan internasional dan permintaan pasar produk yang rendah emisi,” ungkap Fabby.
Menurutnya, implementasi peta jalan tidak hanya memastikan produk Indonesia berdaya saing di pasar ekspor, tetapi juga menarik investasi baru, meningkatkan produktivitas, menekan biaya operasional, serta memperkuat kemandirian energi melalui pemanfaatan energi terbarukan. Dampak lainnya dari industri yang minim emisi adalah dapat membuka jalan bagi berkembangnya industri manufaktur hijau dan penciptaan lapangan kerja baru.
Sementara Country Director WRI Indonesia, Nirarta Samadhi, mengatakan pencapaian Peta Jalan Dekarbonisasi Industri bertumpu pada tiga pilar. Pertama, energi dan material rendah karbon yang terjangkau dan andal.
Kedua, pendanaan dan insentif hijau untuk mendorong transformasi industri, seperti taksonomi hijau, carbon pricing, skema pembiayaan inovatif. Dan ketiga, kebijakan dan regulasi terpadu yang memberi arah dan menciptakan iklim mendukung seperti standar emisi, label produk hijau, pasar domestik produk rendah karbon.
“Capaian ini hanya bisa dicapai apabila kita membangun sebuah ekosistem industri hijau yang menyeluruh, di mana energi, pembiayaan, serta regulasi berjalan saling mendukung,” ujar Nirata.

























