Ini Usulan APNI Terkait Persetujuan RKAB

1
745
Proses pengapalan bijih nikel dari sebuah lokasi tambang.

Jakarta, Petrominer – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mendesak Pemerintah untuk mengkaji ulang rencana pengembalian masa persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari 3 tahun menjadi 1 tahun. Hal ini dilihat dari aspek efisiensi waktu, biaya dan kapasitas evaluasi.

Menurut Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey, saat ini terdapat lebih dari 4.100 izin perusahaan pertambangan aktif di seluruh Indonesia. Jika masa RKAB kembali menjadi 1 tahun, maka ribuan perusahaan harus mengajukan persetujuan setiap tahun.

“Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana mengevaluasi ribuan dokumen secara tepat waktu tanpa menghambat investasi, produksi, dan kontribusi industri tambang bagi perekonomian nasional?” ujar Meidy dalam pernyataan tertulis yang diperoleh PETROMINER, Kamis (3/7).

Dia menegaskan bahwa seringnya perubahan peraturan dan inkonsistensi kebijakan dinilai bisa membawa ketidakpastian bagi investor. Hal ini bakal menyulitkan pelaku usaha menyusun rencana investasi, pengembangan usaha, serta kepastian pasokan untuk hilirisasi nasional.

Menurut Meidy, RKAB 3 tahun telah terbukti memberikan kepastian usaha dan efisiensi bagi pemerintah maupun perusahaan. Oleh karena itu, APNI memberikan masukan konstruktif sebagai berikut:

  1. Pertahankan RKAB 3 Tahun dan tidak perlu diubah kembali menjadi 1 tahun. Alasannya, kepastian jangka menengah sangat vital bagi perencanaan investasi dan operasional perusahaan.
  2. Tingkatkan pengawasan berbasis realisasi. Pemerintah dapat memperkuat evaluasi output realisasi produksi tahunan untuk memastikan kesesuaian antara target RKAB dengan permintaan riil pasar domestik dan global. Ini lebih efektif daripada mengubah periode RKAB.
  3. Hapus revisi volume semester akhir. Sistem penyesuaian RKAB di akhir tahun berjalan sebaiknya dihentikan. Sistem ini bisa digantikan dengan mekanisme penyesuaian berbasis realisasi output tahunan untuk mencegah proyeksi berlebihan (over-optimistic) dan memungkinkan pemantauan yang lebih terukur.
  4. Perkuat implementasi Permen ESDM No. 10/2023. Peraturan yang sudah mengatur RKAB 3 tahun ini tidak perlu diubah. Sebaiknya, Pemerintah fokus harus pada penguatan pengawasan untuk menjamin produksi sesuai ketentuan regulasi.
  5. Evaluasi Kepmen ESDM No. 84/2023. Pemerintah perlu mengkaji ulang ketentuan yang menetapkan produksi tidak boleh melebihi kapasitas tertinggi dalam Studi Kelayakan (Feasibility Study). Aturan ini berpotensi mendorong perusahaan mengajukan kenaikan produksi secara agresif, berisiko menyebabkan over-production bijih nikel, terutama saat permintaan smelter domestik stagnan atau menurun akibat pelemahan harga global dan kenaikan biaya produksi.

“APNI meyakini bahwa kebijakan yang konsisten, berbasis data, dan melibatkan stakeholders industri akan menjaga kepastian usaha, mendorong efisiensi, serta memastikan kontribusi optimal sektor tambang nikel bagi devisa dan hilirisasi nasional,” tegasnya.

1 KOMENTAR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here