
Jakarta, Petrominer – Dampak dan makna pemanfaatan energi surya tidak hanya melampaui akses terhadap listrik. Hal ini juga mewujudkan keadilan dengan membuka partisipasi masyarakat untuk menurunkan emisi, mendorong lahirnya ekonomi baru, serta menjadi solusi strategis pencapaian ambisi iklim.
Semangat inilah yang menjadi landasan bagi pelaksanaan Indonesia Solar Summit (ISS) 2025 bertema “Solarizing Indonesia: Powering Equity, Economy, and Climate Action,” yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis (11/9).
Dalam penyelenggaraan tahun keempat ini, dideklarasikan inisiatif Solar Archipelago. Tujuannya untuk memperkuat kolaborasi lintas pihak serta menjadikan energi surya sebagai motor pemerataan energi, pertumbuhan ekonomi hijau, dan aksi nyata iklim Indonesia.
“Inisiatif ini merupakan komitmen kolektif dari kepala daerah, pelaku sektor bisnis dan industri, serta asosiasi dan komunitas,” ujar Chief Executive Officer (CEO) Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa.
Menurut Fabby, energi surya merupakan pintu masuk strategis bagi pengembangan hidrogen dan ammonia hijau. Kajian IESR mengindikasikan Indonesia memiliki potensi proyek PLTS di atas tanah yang layak ekonomi sebesar 165,9 gigawatt (GW) di 290 lokasi dan PLTS terapung di badan air sebesar 38,13 GW tersebar di 226 lokasi.
Namun, dia menyampaikan bahwa pengembangan energi surya di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa tantangan utama. Mulai dari kompleksitas kebijakan dan regulasi, rumitnya perizinan, terbatasnya akses pendanaan, tradisionalnya kapasitas jaringan listrik, hingga minimnya pekerja teknis yang terampil.
Tidak hanya itu, jaringan listrik nasional, yang sebagian besar masih terpusat dan beroperasi dengan sistem lama, belum sepenuhnya siap menampung energi surya dalam skala besar yang tersebar di banyak lokasi. Solusinya, Indonesia harus segera melakukan modernisasi jaringan listrik, membangun sistem jaringan cerdas (smart grid), dan mengintegrasikan teknologi penyimpanan energi.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengatakan untuk mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat, pemerintah telah menetapkan target kapasitas pembangkit dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sekitar 108,7 GW pada 2060. Sementara pada Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen pemerintah untuk membangun 100 GW PLTS, dengan rincian 80 GW PLTS tersebar dan 20 GW PLTS terpusat.
Untuk mewujudkan target tersebut, Pemerintah mengimplementasikan tiga program utama PLTS, yaitu PLTS Atap, PLTS Skala Besar, dan PLTS Terapung. Selain itu, PLTS juga didorong untuk mendukung kegiatan produktif, seperti irigasi pertanian, pariwisata, perikanan, layanan kesehatan (puskesmas), dan sekolah-sekolah.
Solar Awards
Dalam gelaran kali ini, ISS 2025 menganugerahkan Solar Awards kepada individu, pemerintah daerah, dan perusahaan yang konsisten memajukan energi surya di Indonesia.
Pada kategori individu, penghargaan diberikan kepada Ida Bagus Dwi Giriantari dan Eko Adhi Setiawan. Untuk kategori pemerintah daerah, Solar Awards diraih Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Sementara Coca-Cola Europacific Partners Indonesia (CCEP Indonesia) meraih penghargaan untuk kategori perusahaan. Penghargaan ini diberkan atas konsistensinya dalam memanfaatkan energi surya.

























