Jakarta, Petrominer – Keinginan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk menekan angka impor LPG (Liquefied Petroleum Gas) sangat menarik. Salah satu caranya dengan pengembangan hilirisasi LPG sehingga bisa meningkatkan produksi LPG di dalam negeri.
Ketua dan Founder Energy Institute for Transition (EITS) Godang Sitompul, menyampaikan bahwa gas alam (natural gas) bisa diekstraksi menjadi LPG. Alasannya, LPG terdiri dari propana dan butana, yang merupakan komponen-komponen hidrokarbon dalam gas alam.
“Hilirisasi lapangan-lapangan migas (terindikasi mengandung LPG) agar segera melakukan proses produksi LPG. Misalnya, gas yang ditemukan dari sumur Geng North-1 Wilayah Kerja North Ganal seharusnya bisa diolah menjadi LPG di Kilang Gas Bontang Badak NGL, Kalimantan Timur,” kata Godang dalam keterangan tertulis yang diterima PETROMINER, Minggu (25/8).
Tidak hanya itu, ungkapnya, beberapa lapangan migas di Indonesia juga memiliki potensi untuk menghasilkan LPG sebagai produk sampingan dari eksploitasi gas alam. Berdasarkan informasi yang ada, terdapat 17 lapangan migas di Indonesia yang memiliki indikasi kandungan LPG dengan total kapasitas sekitar 1,2 juta ton per tahun.
Menurut Godang, lapangan-lapangan migas tersebut biasanya mengandung gas alam yang dapat diekstraksi menjadi propana dan butana, komponen utama LPG. Pengembangan lebih lanjut terhadap lapangan ini penting untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor LPG, terutama karena kebutuhan domestik terus meningkat
“SKK Migas perlu mendata lapangan-lapangan itu dan bekerja sama dengan Ditjen Migas untuk menawarkan kepada investor potensi membangun kilang LPG dengan mengekstraksi gas alam menjadi LPG,” tegasnya.
Godang juga minta Bahlil, yang baru dilantik sebagai Menteri ESDM menggantikan Arifin Tasrif, untuk lebih mencermati data konsumsi LPG di Indonesia plus nilai impornya.
“Data menunjukkan bahwa konsumsi LPG di Indonesia sudah melebihi 8 juta ton per tahun. Pada tahun 2023, realisasi konsumsi LPG bersubsidi mencapai sekitar 8,07 juta ton dan kuota tahun 2024 diproyeksikan mencapai 8,12 juta ton. Dari nilai tersebut, sebanyak 6,95 juta ton atau lebih dari 85 persen diperoleh dari sumber impor. Jika dihitung dengan harga LPG US$ 580 per ton dengan kurs Rp 16.000 per US$, maka nilai impor LPG mencapai Rp 64 triliun,” jelasnya.
Apa langkah yang disarankan oleh Godang Sitompul untuk meningkatkan produksi LPG di Indonesia dan mengurangi ketergantungan pada impor? Visit us IT Telkom