Ari Soemarno, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Periode 2006-2009. (Petrominer/Sony)

Jakarta, Petrominer – Belum selesainya revisi Undang-Undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) tidak hanya menimbulkan ketidakpastian hukum. Upaya yang berkepanjangan ini juga berdampak pada keengganan para pelaku di industri hulu migas untuk melakukan penemuan-penemuan cadangan baru (eksplorasi) sehingga berdampak pada produksi migas nasional.

Kondisi ini semakin diperparah dengan rendahnya harga minyak mentah dunia yang terjadi sejak pertengahan tahun 2014. Akibatnya, para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas pun harus melakukan efisiensi, termasuk salah satunya mengurangi belanja investasi.

Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Ari Soemarno, memperingatkan bahwa minimnya investasi dan penurunan volume produksi migas nasional bisa membuat Indonesia terjebak dalam krisis energi berkelanjutan. Kondisi tersebut sudah bisa dianggap sebagai darurat investasi.

“Ini sudah masuk kategori darurat investasi, terutama di sektor migas. Kita sudah jadi net importir minyak sejak tahun 2003. Pertumbuhan konsumsi gas dalam negeri pun terus naik dengan rata-rata pertumbuhan 9 persen pertahun. Bila kondsi investasi tidak beranjak naik dan penemuan cadangan migas tidak bertambah, pada tahun 2024 nanti kita bisa jadi net importir migas,” ujar Ari dalam diskusi bertajuk “RUU Migas: Masa Depan Migas Indonesia yang Lebih Baik”, Rabu (28/2).

Karena itulah, dia menyatakan bahwa revisi UU Migas sangatlah penting untuk memperbaiki iklim investasi migas di Indonesia. Hal ini diyakini akan memberi dampak positif terhadap peningkatan kegiatan eksplorasi dan eksplotasi wilayah kerja migas.

“Semua pihak harus sensitif dengan kondisi ini, harus ada sense of urgency dan sense of crisis. Kalau tidak ada kepastian hukum, aturan yang berlaku tidak dapat menjawab tantangan-tantangan baru, tentu investor tidak mau melakukan eksplorasi untuk menemukan cadangan migas baru di Indonesia,” tegas Ari.

Industri hulu migas nasional, jelasnya, membutuhkan investasi sekitar US$ 25-45 miliar pertahun. Bila hal itu terealisasi, dampak selanjutnya bakal meluas ke sektor lainnya. Pasalnya, sektor hulu migas memiliki efek berganda bagi pertumbuhan perekonomian nasional, mulai dari pemanfaatan produk lokal hingga transaksi melalui perbankan nasional.

Ari Soemarno. (Petrominer/Sony)

“Revisi UU Migas juga akan mendorong iklim kondusif yang akan membuat posisi Indonesia di level global menjadi lebih kompetitif sehingga pada akhirnya mampu menarik minat investasi baru maupun peningkatan investasi yang sudah ada dari pelaku industri hulu migas,” kata Ari.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here