Anggota Komisi VII DPR RI, Rofi' Munawar

Jakarta, Petrominer – Rencana Pemerintah untuk tidak melakukan perubahan terhadap Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2018 diperkirakan bisa menyebabkan sektor minyak dan gas bumi (migas) stagnan. Pasalnya, sejumlah perhitungan di sektor migas tidak lagi sesuai dengan asumsi awal dan telah mengalami banyak perubahan.

Menurut anggota Komisi VII DPR RI, Rofi’ Munawar, jika APBN 2018 diputuskan tetap konservatif dan tidak berubah, khawatir akan semakin membebani sektor migas secara nasional. Alasannya, Indonesia Crude Price (ICP) sudah diangka US$ 70-75 per barel dan nilai tukar rupiah bergerak di angka Rp 14.000 per dolar AS.

“Angka-angka ini sudah sangat jauh dari asumsi awal,” tegas Rofi’ Munawar dalam rilis yang diterima Petrominer, Kamis (12/7).

Legislator dari Fraksi PKS itu menambahkan, saat ini capaian APBN 2018 jika dicermati beberapa asumsi di sektor migas tidak sesuai dengan realisasi yang terjadi, khususnya pada kuartal I 2018. Bahkan beberapa asumsi makro sudah meleset.

Dia memberi contoh Harga Batubara Acuan (HBA) pada Juli 2018 mencapai US$ 104,65 per ton dan ICP periode Juni 2018 mencapai US$ 70,36 per barel. Padahal, rata-rata harga minyak sebelumnya diasumsikan pada angka US$ 48 per barel.

Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus terdepresiasi menembus level Rp 14.000 per US$. Padahal saat itu, nilai tukar rupiah dipatok di angka Rp 13.400 per US$. Selain itu, asumsi lifting minyak 800.000 bph, realisasinya hanya 750.300 bph. Terakhir, asumsi lifting gas 1.200 juta barel setara minyak, realisasinya 1.159 juta barel setara minyak.

“Pemerintah tidak bisa hanya mengambil sebuah kebijakan dalam perspektif makro semata. Sementara secara mikro memiliki masalah dan berpotensi terjadi pembebanan. Akibat kebijakan ini, sektor migas dipastikan akan mendapatkan dampak yang besar dan berpotensi stagnan,” ujar Rofi’.

Dia juga melihat situasi ini akan semakin memberatkan bagi PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero), karena secara khusus kenaikan harga minyak dan pelemahan rupiah akan menyebabkan keuangan kedua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut menjadi berat. Pasalnya, selama ini kedua perusahaan pelat merah itu mendapatkan tugas PSO dalam bentuk pendistribusian BBM penugasan dan subsidi listrik.

Rofi melihat, besaran anggaran subsidi listrik diprediksi bakal melebihi yang sudah ditetapkan APBN.

“Harga minyak mentah di pasar internasional terus meningkat. Memang secara selintas APBN 2018 bakal diuntungkan oleh kenaikan harga minyak, karena subsidi BBM sudah diminimalkan. Namun, Pertamina saat ini terus menanggung dampak negatif kenaikan harga minyak, padahal tren kenaikan harga minyak diperkirakan masih berlanjut pada tahun ini,” jelasnya.

Sebagaimana diberitakan, Pemerintah telah memutuskan tidak akan melakukan perubahan pada APBN 2018. Pemerintah menilai postur APBN 2018 dinilai cukup baik dan tidak mengalami deviasi yang besar dari sisi jumlah penerimaan negara maupun jumlah belanja negara. Sementara defisit lebih kecil dari yang direncanakan dari semula 2,19 persen menjadi 2,12 persen.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here