Para pembatik dari kaum difabel di sentra batik binaan Pertamina EP Asset 5 Tarakan Field. (Petrominer/Pris)

Jakarta, Petrominer – Kementerian Perindustrian memacu pengembangan industri batik nasional agar lebih berdaya saing global, termasuk mendorong untuk penerapan industri hijau. Langkah strategis yang perlu dijalankan antara lain dengan mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya lokal terbarukan dan melakukan efisiensi energi dalam proses produksinya.

Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Doddy Rahadi, menyatakan pihaknya siap menerapkan strategi untuk membantu mewujudkan langkah strategis produsen batik dalam menerapkan industri hijau.

“Kami menekankan kepada pelaku industri tentang pentingnya melakukan pengelolaan limbah industri yang dihasilkan, agar tidak merusak ekosistem lingkungan. Ini merupakan wujud implementasi industri hijau,” ujar Doddy mengutip arahan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Jum’at (23/4).

Sejalan arahan Menperin, menurutnya, BSKJI telah menyusun standar, labelisasi, dan sertifikasi produk batik sebagai upaya penjaminan kualitas mutu batik. Mulai dari SNI batik, Standar Industri Hijau (SIH) produk batik, labelisasi batikmark, dan sertifikasi produk batik.

BSKJI juga telah menyediakan beberapa Lembaga Uji dan Sertifikasi. Ada Laboratorium Uji dan Kalibrasi Industri Kerajinan dan Batik, Lembaga Sertifikasi Produk dan Sistem Manajemen Mutu, Lembaga Sertifikasi Profesi batik, serta Lembaga Sertifikasi Industri Hijau Batik.

“Kami juga melalukan pengembangan dan pemanfaatan teknologi melalui program pelatihan kepada SDM industri, program inkubasi seperti Innovating Jogja yang merupakan program inkubasi startup di bidang batik dan kerajinan, alih teknologi, bimbingan teknis, workshop, dan klinik konsultasi,” ungkap Doddy.

Malahan, satuan kerja di bawah BSKJI Kemenperin telah melakukan inovasi riset terkait produk batik. Misalnya pengembangan aplikasi Batik Analyzer, yang merupakan aplikasi pendeteksi batik dan tiruan batik. Kemudian, eksplorasi sumber dan teknologi proses penyediaan pewarna alami untuk batik, serta pembuatan katalog warna alam digital “Color Matching” yang diharapkan mampu membantu industri batik membuat resep pewarnaan sehingga lebih cepat, mudah dan akurat.

“Kami mendorong pengembangan proses dan peralatan membatik hemat energi, seperti kompor listrik, canting listrik, mesin cap batik otomatis berbasis PLC yang diharapkan dapat membantu efisiensi dan efektivitas produksi batik,” jelasnya.

Doddy menegaskan, prinsip industri hijau atau industri berwawasan lingkungan juga bisa diterapkan di semua sektor industri, termasuk industri kecil dan menengah (IKM) seperti industri batik sekalipun.

Adanya Standar Industri Hijau untuk produk batik, yang telah berlaku sejak tahun 2019 lalu, diharapkan dapat membantu perajin batik mengimplementasikan prinsip industri hijau dalam proses produksinya. Sebab, dalam SIH tersebut terdapat pedoman penggunaan bahan baku, bahan penolong, dan energi, proses produksi, produk, manajemen pengusahaan, serta pengelolaan limbah.

“Kami mengajak seluruh stakeholders bersinergi dan berkolaborasi dalam mewujudkan industri batik yang berdaya saing, unggul dalam kualitas, dan berwawasan lingkungan,” ujar Doddy.

Sementara itu, Kepala Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Kemenperin, Titik Purwati Widowati, menyebutkan ada beberapa contoh aksi dalam mewujudkan industri hijau di industri batik. Mulai dari penggunaan sumber daya terbarukan sebagai bahan bakunya seperti penggunaan media batik dari serat alam, hingga penggunaan pewarna alami dan formula malam batik yang sumbernya dapat diperbaharui, misalnya malam batik berbasis sawit.

“Selama ini, bahan baku produksi batik masih menggunakan malam (lilin) dari formulasi parafin. Parafin bersumber dari minyak bumi dan diprediksi perlahan akan habis karena termasuk energi yang tidak bisa diperbarui. Hal ini dapat mengancam kelangsungan industri batik tanah air. Selain itu, sebagian bagian besar parafin masih diperoleh dengan cara impor,” jelas Titik.

Menurutnya, penggunaan malam batik berbasis sawit dapat menekan impor parafin dan secara otomatis tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) industri batik juga akan meningkat.

“Perekayasaan alat yang dapat meningkatkan produktivitas dan efektifitas produksi, serta penerapan teknologi daur ulang limbah sisa produksi seperti daur ulang sisa malam batik maupun daur ulang limbah bahan pewarna juga bisa membantu mewujudkan industri batik berwawasan lingkungan,” tandasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here