
Jakarta, Petrominer – Kementerian Perindustrian berkomitmen untuk terus mendorong sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM). Selain sebagai penggerak ekonomi daerah dan pencipta lapangan kerja, IKM juga menjadi pelaku utama dalam upaya percepatan kebijakan dekarbonisasi sektor industri naisonal.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menyebutkan IKM berperan strategis sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari jumlah IKM yang mencapai 4,52 juta unit usaha atau 99,7 persen dari total industri, dan menyerap tenaga kerja hingga 13 juta orang, atau setara 65,5 persen dari total tenaga kerja di sektor industri nasional.
“Potensi besar tersebut menjadi landasan yang kuat bagi pemerintah untuk terus memperkuat ekosistem IKM agar semakin tangguh, berdaya saing, bahkan adaptif terhadap berbagai perubahan, termasuk kebijakan transisi menuju industri hijau,” ungkap Menperin, Minggu (6/7).
Karena itulah, menurutnya, Kementerian Perindustrian turut mendorong sektor IKM tidak hanya sebagai motor penggerak ekonomi daerah dan pencipta lapangan kerja. IKM mulai diarahkan sebagai pelaku utama dalam upaya percepatan kebijakan dekarbonisasi sektor industri di tanah air.
Langkah dekarbonisasi industri ini menjadi bagian penting dari komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca, sekaligus mewujudkan pembangunan industri nasional yang lebih berkelanjutan.
“Kami optimistis IKM Indonesia akan terus tumbuh sebagai pilar ekonomi rakyat yang produktif, inovatif, dan turut berkontribusi pada agenda global dalam mitigasi perubahan iklim,” tegas Agus.
Langkah Konkret
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA), Kemenperin, Reni Yanita, menyampaikan bahwa transformasi menuju industri rendah karbon bukan hanya tanggung jawab industri skala besar saja, namun juga menjadi peluang strategis bagi para pelaku IKM di dalam negeri. Direktorat Jenderal IKMA pun secara aktif telah menginisiasi dan memperkuat kebijakan dekarbonisasi pada sektor IKM.
“Upaya ini dilakukan melalui pendekatan green transition, yakni penerapan prinsip industri hijau dan ekonomi sirkular yang inklusif dan berkelanjutan,” ujar Reni.
Lebih lanjut, dia menjelaskan upaya dekarbonisasi pada sektor IKM telah dilakukan secara konkret dan menyentuh berbagai subsektor industri. Salah satunya industri batik, yang mulai mengurangi penggunaan zat kimia dalam proses produksinya.
“Di industri batik, kami telah menyusun buku pedoman batik ramah lingkungan, melakukan sosialisasi, serta memberikan pelatihan pewarnaan alam agar pelaku batik mulai mengurangi penggunaan zat kimia berbahaya dalam proses produksinya,” jelasnya.
Upaya serupa juga diterapkan di industri tahu. Di mana, Ditjen IKMA memfasilitasi Sarana Pengolahan Limbah pada Sentra IKM Tahu dan melakukan bimbingan teknis produksi bersih (CPPOB) dan pengolahan pemanfaatan limbah tahu.
Pada industri batako, Ditjen IKMA memfasilitasi kerja sama dengan PT PLN (Persero) untuk memanfaatkan limbah FABA (fly ash dan bottom ash) dari pembangkit listrik batubara sebagai bahan baku alternatif yang lebih ramah lingkungan.
“IKM batako diharapkan tidak hanya bergantung pada bahan baku konvensional, tetapi juga bisa memanfaatkan limbah industri besar seperti FABA, yang selain berdampak positif bagi keberlangsungan lingkungan, juga bisa mengurangi biaya bahan baku,” jelasnya.
Selanjutnya, upaya dekarbonisasi di industri kerajinan nasional terus diperkuat melalui inovasi pemanfaatan bahan baku ramah lingkungan. Salah satu terobosan yang tengah menjadi sorotan adalah penggunaan limbah bambu sebagai bahan utama produksi kerajinan, mulai dari flooring, kemasan, furnitur, hingga tekstil.
Data pasar internasional melaporkan nilai pasar produk bambu global tahun 2024 mencapai US$ 74 miliar. Angka ini diproyeksi melonjak signifikan menjadi US$ 118,3 miliar tahun 2034, seiring dengan tren konsumsi bahan terbarukan di berbagai negara.
Sementara itu, pada sektor logam, Reni mengatakan Ditjen IKMA terus mendorong kemitraan antara IKM logam dengan industri besar agar pelaku IKM dapat secara bertahap memenuhi standar dekarbonisasi dan industri hijau. Kolaborasi ini sangat penting untuk mempercepat transformasi IKM menuju industri rendah karbon yang memiliki daya saing tinggi dan mampu bermitra dengan sektor industri besar.
Ditjen IKMA juga menerapkan skema kolaboratif dengan Pemerintah Daerah melalui skema pendanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal yang dapat digunakan secara bersama-sama oleh kelompok usaha di berbagai sentra IKM.
Selanjutnya, Ditjen IKMA akan melakukan penyusunan pedoman penyulingan yang ramah lingkungan pada produksi minyak atsiri. Mulai dari pemanfaatan limbah produksi menjadi bahan bakar alternatif maupun pupuk, teknologi efisiensi energi tungku pembakaran, serta mencegah emisi karbon bebas dengan Carbon Capture Storage (CCS).

























