
Jakarta, Petrominer – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bahwa Gunung Lawu tidak termasuk dalam Wilayah Kerja Pana Bumi (WKP). Rencana pengembangan WKP Gunung Lawu resmi dihapus tahun 2023 lalu, digantikan lokasi alternatif yang berada di luar kawasan cagar budaya.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyampaikan kepastian ini sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga nilai sejarah, budaya, dan spiritual kawasan Gunung Lawu. Langkah ini sekaligus memastikan bahwa setiap rencana pengembangan energi dilakukan secara selaras dengan lingkungan dan menghormati aspirasi masyarakat.
“Kami tegaskan, Gunung Lawu tidak masuk dalam Wilayah Kerja Panas Bumi. Tidak ada proses lelang maupun aktivitas eksplorasi di kawasan tersebut. Pemerintah berpegang pada prinsip kehati-hatian dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya dan spiritual masyarakat,” ujar Eniya, Senin (20/10).
Dia menjelaskan, keputusan tersebut merupakan hasil evaluasi menyeluruh terhadap rencana pengembangan di WKP Gunung Lawu yang diajukan tahun 2018 dan resmi dihapus tahun 2023. Sebagai tindak lanjut, pada tahun 2024, Pemerintah melakukan audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Karanganyar dan melibatkan akademisi dari Universitas Sebelas Maret (UNS).
“Dari hasil diskusi tersebut, Kecamatan Jenawi diusulkan sebagai lokasi alternatif karena berada jauh dari kawasan cagar budaya, situs spiritual, serta wilayah yang memiliki keterikatan erat dengan Gunung Lawu,” ungkap Eniya.
Pada lokasi tersebut, menurutnya, Pemerintah hanya merencanakan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE). PSPE diawali dengan kegiatan survei geosains yang merupakan kajian ilmiah awal untuk memetakan potensi panas bumi sekaligus memastikan seluruh situs budaya, kawasan sakral, serta lokasi penting bagi masyarakat dikecualikan dari area kajian. Kajian tersebut juga menjadi dasar dalam penentuan lokasi tapak sumur untuk pengeboran yang akan dilakukan minimal 1 sumur eksplorasi.

Kajian di Jenawi diharapkan memberikan landasan ilmiah bagi pemanfaatan energi panas bumi potensial hingga 40 megawatt (MW), setara dengan kebutuhan listrik lebih dari 40.000 rumah tangga. Meski demikian, Pemerintah menegaskan bahwa pengembangan energi bersih tidak boleh mengorbankan nilai sejarah, budaya, dan spiritual masyarakat.
“PSPE ini sifatnya baru survei pendahuluan. Pengeboran nanti akan dilakukan setelah ada hasil survei pendahuluan yang tidak menyentuh kawasan sakral maupun hutan konservasi. Semua tahapan akan dilakukan secara transparan dan partisipatif,” jelas Eniya.
Meski begitu, dia menegaskan bahwa kegiatan PSPE tidak akan dilaksanakan sebelum proses audiensi, sosialisasi, dan diskusi terbuka dengan seluruh pemangku kepentingan diselesaikan terlebih dahulu. Dengan mempertimbangkan seluruh aspek sosial, budaya, dan lingkungan, pelaksanaan PSPE Jenawi dipastikan tidak akan dilakukan pada tahun 2025.
“Kami ingin memastikan semua proses berjalan dengan penuh kehati-hatian dan dapat diterima semua pihak. Selama dialog masih berlangsung dan tahapan belum tuntas, PSPE di Jenawi tidak akan kami laksanakan terlebih dahulu,” ujar Eniya.























