Laporan dari High-Level Policy Commision on Getting Asia to Net Zero yang dilakukan oleh Asia Society Policy Institute.

New York, NY., Petrominer Indonesia bisa mengurangi investasi US$ 3,8 triliun dan mencapai puncak emisi karbon tiga tahun lebih cepat jika mencapai Net-Zero Emissions (NZE) tahun 2050, ketimbang tahun 2060 sebagaimana target awal. Temuan ini merujuk pada laporan dari High-Level Policy Commision on Getting Asia to Net Zero yang dilakukan oleh Asia Society Policy Institute.

Diluncurkan pada Mei 2022, High-Level Policy Commission on Getting Asia to Net Zero mengumpulkan beragam pemimpin Asia dan global untuk segera mempercepat transisi Asia menuju NZE. Dipimpin oleh Presiden Asia Society, Kevin Rudd, mereka termasuk mantan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, mantan Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri, dan mantan Presiden Kepulauan Marshall Hilda Heine.

Laporan terbaru tersebut, yang bertajuk Getting Indonesia to Net Zero, meneliti berbagai biaya, manfaat, dan dampak dari pilihan Indonesia dalam menerapkan strategi resminya mencapai NZE tahun 2060. Laporan ini mengeksplorasi skenario di mana Indonesia bisa memacu ambisi untuk keluar dari pembangkit bertenaga batubara lebih cepat tahun 2040 dan mencapai NZE tahun 2050.

“Laporan ini memberi peta jalan bagi Indonesia mewujudkan manfaat dari transisi energi,” kata Rudd dalam siaran pers yang diterima PETROMINER, Jum’at (17/3).

Menurut mantan Perdana Menteri Australia ini, laporan tersebut menunjukkan transisi ke NZE tidak hanya mengatasi krisis iklim, tetapi juga menawarkan peluang ekonomi yang signifikan bagi Indonesia. Dengan memprioritaskan tenaga surya dan angin serta berinvestasi dalam teknologi baru, Indonesia dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan neraca perdagangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Pada tahun 2021, Pemerintah Indonesia mengumumkan tujuan untuk mencapai NZE pada tahun 2060. Pemodelan baru dalam laporan ini menunjukkan, jika Indonesia mencapai target emisi tahun 2060, investasi yang dibutuhkan mencapai US$ 5 triliun dan mengarah pada puncak emisi paling cepat tahun 2030. Sementara PDB Indonesia meningkat dalam jangka menengah sebanyak 5 persen tahun 2032, menciptakan hingga dua juta pekerjaan baru pada tahun 2039, dan meningkatkan neraca perdagangan US$ 48 miliar.

Namun, jika Indonesia bisa menerapkan kebijakan dekarbonisasi yang lebih ambisius secara lebih cepat, investasi yang harus dikeluarkan bakal berkurang secara signifikan. Memajukan target nol emisi bersih ke tahun 2050 sambil menghapus subsidi PLTU batubara secara bertahap dapat mengurangi investasi ekonomi yang dibutuhkan menjadi US$ 3 triliun, sambil mendorong PDB hingga 5,3 persen di atas baseline tahun 2031.

“Melakukan hal itu sambil juga memprioritaskan energi terbarukan berbiaya rendah, seperti matahari dan angina, dapat mengurangi biaya investasi hingga US$ 1,2 triliun, dan memungkinkan emisi mencapai puncaknya lebih cepat lagi, yakni tahun 2027,” ungkap Rudd.

Sebagai tuan rumah G20 tahun 2022, menurutnya, Indonesia menekankan pentingnya pemulihan hijau dan transisi energi bersih secara global. Para pemimpin Indonesia bisa menggunakan pengalaman domestik untuk menggambarkan bagaimana pertumbuhan hijau dapat mendorong pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan, yang dapat memberi contoh penting bagi negara berkembang lainnya di Asia.

Dalam skenario terakhir, dampak buruk dari transisi nol bersih pada pengeluaran rumah tangga juga dapat dikurangi setengahnya. Sementara rencana tahun 2060 dapat menyebabkan penurunan pengeluaran rumah tangga sebesar US$ 189 miliar, karena harga dan inflasi yang lebih tinggi. Begitu pula, penerapan rencana tahun 2050 dengan fokus yang lebih kuat pada matahari dan angin dapat semakin mengurangi pengeluaran menjadi hanya US$ 63 miliar.

Perkembangan kapasitas pembangkit listrik berdasarkan teknologinya pada tahun 2050 di Indonesia.

3 Rekomendasi

Sementara Chatib Basri menyoroti pentingnya langkah-langkah untuk mendukung kelompok rentan. Misalnya, dengan menggunakan kembali subsidi bahan bakar fosil, mengalihkan insentif dari sektor kotor ke sektor terbarukan, dan mempercepat penerapan pajak karbon, sehingga pemerintah dapat menggunakannya untuk membantu populasi yang rentan mengatasi kenaikan biaya hidup.

“Program sosial pemerintah dapat memberi dukungan pendapatan dan melatih kembali pekerja bahan bakar fosil untuk memanfaatkan peluang dalam ekonomi rendah karbon,” jelasnya.

Laporan ini juga menawarkan tiga rekomendasi utama untuk dipertimbangkan oleh para pembuat kebijakan di Indonesia. Pertama, para pejabat dapat berfokus pada langkah-langkah kebijakan yang memanfaatkan transisi energi untuk memberi manfaat nyata bagi rumah tangga lokal. Kedua, Pemerintah dapat memprioritaskan energi terbarukan yang berbiaya lebih rendah, khususnya tenaga surya dan angin. Ketiga, Pemerintah dapat berinvestasi dalam pengembangan industri dan pekerjaan hijau.

“Pemerintah Indonesia juga dapat mengirimkan sinyal kuat atas komitmennya untuk mencapai nol bersih dengan memastikan bahwa proyek-proyek industri baru yang besar benar-benar hijau,” ujar Ban Ki-moon, yang kini menjabat Presiden dan Ketua Global Green Growth Institute.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here