Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, saat tampil sebagai pembicara dalam forum internasional di sektor energi, CERAWeek, yang diselenggarakan di Houston, Amerika Serikat, Senin (18/3) lalu.

Jakarta, Petrominer – PT Pertamina (Persero) menerapkan strategi pertumbuhan ganda untuk mempertahankan kebutuhan energi nasional. Yakni memperkuat dan memperluas pengelolaan bisnis minyak dan gas eksisting, dan pada saat bersamaan mengembangkan bisnis berkarbon rendah sebagai penggerak pertumbuhan di masa depan.

Strategi tersebut diuraikan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, dalam forum internasional di sektor energi, CERAWeek, yang diselenggarakan di Houston, Amerika Serikat, Senin (18/3) lalu. Forum ini dihadiri para CEO perusahaan energi, keuangan, teknologi dunia, perwakilan pemerintah dan pemangku kepentingan di sektor energi.

Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menurut Nicke, Pertamina memiliki mandat untuk menyediakan energi. Oleh karena itu, Pertamina harus menerapkan strategi pertumbuhan ganda. Pertama, berupaya mempertahankan kebutuhan energi saat ini melalui bisnis warisan di bidang minyak dan gas. Mesi begitu, tetap melakukan dekarbonisasi pada semua operasi internal, mulai dari hulu hingga hilir.

Kedua, Pertamina juga akan fokus pada pengembangan bisnis berkarbon rendah, termasuk Carbon Offset, Carbon Capture Storage /Carbon Capture Utilization and Storage (CCS/CCUS), dan solusi berbasis alam (Natural Based Solution).

“Saat ini, sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara kedua strategi tersebut,” tegasnya.

Hingga tahun 2032, Pertamina akan mengalokasikan sebagian besar anggaran pada sektor hulu untuk meningkatkan produksi minyak dan gas. Mengapa demikian? Karena, BUMN ini harus mencapai kemandirian energi nasional untuk mengurangi ketergantungan pada impor minyak mentah, produk bahan bakar, dan LPG.

“Selain itu, kami juga telah melakukan konversi dari kilang minyak menjadi Bio Refinery, dan mengintegrasikannya dengan pabrik petrokimia,” ujar Nicke.

Dalam pertemuan global tersebut, Dirut Pertamina juga menguraikan alokasi belanja perusahaan untuk menjawab strategi pertumbuhan ganda tersebut. Menurutnya, sebanyak 62 persen alokasi belanja investasi Pertamina akan diarahkan di sektor hulu, 20 persen untuk investasi kilang, dan sekitar 15 persen untuk pengembangan New and Renewable Energy (NRE). Namun seiring dengan berjalannya waktu, Pertamina akan meningkatkan alokasi belanja Perusahaan untuk pengembangan bisnis berkarbon rendah.

“Dari strategi pertumbuhan ganda ini, kami yakin bahwa transisi energi yang kami lakukan akan berlangsung tanpa ada yang perlu dikorbankan. Kami akan beralih menuju energi yang berkelanjutan tanpa mengorbankan keamanan dan ketersediaan energi,” ucapnya.

Tidak hanya itu, Nicke juga mengulas tantangan utama dalam transisi energi di Indonesia meliputi teknologi, pembiayaan, dan pengembangan SDM. Menurutnya, memperbaiki kualitas talenta SDM harus dilakukan, agar siap dan relevan dengan kebutuhan energi masa depan. Teknologi juga sangat penting, karena Pertamina perlu mempertahankan produksi minyak dan gas serta mengurangi emisi karbon.

“Kami telah melakukan dekarbonisasi ruang lingkup 1 dan 2 dalam operasi, dan kami berhasil mengurangi sekitar 31 persen emisi karbon dalam operasi internal, tetapi kami masih percaya bahwa masih banyak ruang untuk ditingkatkan,” paparnya.

Nicke mengakui bahwa dekarbonisasi adalah prioritas utama yang diikuti oleh pengembangan teknologi baru untuk memanfaatkan sumber daya domestik seperti bio energi. Apalagi, Indonesia memiliki potensi energi berbasis tumbuhan, sehingga diperlukan teknologi yang dapat mengolah sumber daya alam menjadi energi. Selain itu, pemboran unconventional dan teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon juga penting untuk mengatasi tantangan carbon offset.

“Kami percaya bahwa teknologi dan kolaborasi adalah kunci untuk kemajuan dalam hal ini,” ungkapnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here